Ilustrasi : Pixabay.com |
Di era zaman batu, nomaden orang tak kenal belas kasih. Yang ada hanya homo homini lupus. Manusia adalah serigala bagi manusia lain. Tak ada cinta. Semua didasari insting hewani. Mereka hanya mengenal lingkaran mereka atau komunitas mereka. Yang lain adalah musuh yang harus dihancurkan bila perlu dimusnahkan. Orang lain adalah hama dan predator. Ya harus dibasmi, harus dienyahkan.
Lantas dari mana datangnya cinta.....
Pada sasarnya manusia selalu membangun peradabannya sendiri. Manusia selalu berusaha menjaga eksistensinya. Manusia harus superior. Mungkin saja agar ia mampu bertahan dari seleksi alam.
Keberlanjutan hidup lahir dari "kekerasan cinta." Pria saat itu menculik wanita lalu dikawininya. Tidak ada cinta disana. Cinta itu hampa tak bernilai. Siapakah wanita itu? Tragis bila dijelaskan tentang nasib mereka. Itu terjadi di zaman purba.
Bergeser sedikit lagi ke sini. Wanita adalah jaminan keamanan. Kamu aman maka serahkan wanita itu kepada kekuasaan kami. Jika tidak perang adalah pilihan. Mereka (perempuan) hidup dalam kuasa dan paksaan. Tentu tak lepas dari pelecehan. Tak ada janji kebahagiaan tanpa ada janji keselamatan. Setali tiga uang dengan zaman jahiliyah. Kodrat wanita direndahkan.
Era kerajaan pria makin selektif. Memilih wanita cantik untuk menjadi permaisuri atau gundiknya. Mereka berperang untuk merebut kekuasaan. Mengejar harta, tahta dan wanita. Pernikahan hanya untuk tujuan kekuasaan. Wanita tawanan perang dijadikan gundiknya dan pemuas hasrat seksualnya. Singgasana ditaburi wanita-wanita cantik. Wanita adalah kelompok kelas dua.
Era dimana perempuan dijodohkan. Pernikahan yang baik itu melalui jalan orang tua. Atau jodohmu adalah jodoh pilihan orang tua. Semua yang baik berasal dari orang tua. Perempuan mulai bebas menentukan pilihan hidupnya saat itu tapi belum lepas dari cengkeraman orang tua. Saat itu wanita cenderung memberontak dan kalau bisa jangan seperti burung dalam sangkar emas. Mereka ingin seperti burung pada umumnys yang bebas terbang kemana saja.
Atas dasar pemikiran di atas, jika digeser lagi kesini makanya wanita pada zaman itu mulai bersikap walaupun hidup susah asalkan hidup dengan pujaan hatinya. Makanya di zaman itu muncul lagu-lagu dengan lirik yang menggambarkan balada cinta. Tak apa-apa, "makan sepiring berdua," "Hidup digubuk tua atau kontrakan," asalkan sama kamu. Ya seperti lagunya Meggy Z, dll. Yang penting hidup bersama cintanya, jodohnya walau sering menderita.
Masuk di era 2000 an, modal tampang tak cukup. Baik laki-laki maupun perempuan sudah mulai berpikir ekonomis. Perempuan mulai lebih independen dan kritis dalam menentukan pilihan hidupnya. "Loe kalau gak ada duit (kerjaan) mau ngasi makan apa gue?" Mereka sudah menjadi individu yang bebas dengan cara mereka sendiri. Mulai berani berbicara tentang emansipasi secara frontal dan masif.
Hari ini cinta bagi wanita kalau boleh yang perfect-lah. Kalau bisa punya suami yang ganteng, tajir dan terkenal, baik hati dan mati kiri. Mati kiri maksudnya suami yang takut sama istri. Pria yang menjadi lemah saat berada di depan wanita.
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!