Ilustrasi : Pixabay.com |
Ada sebuah kisah menarik yang terjadi di suatu wilayah pengembalaan. Di situ umat / jemaat sudah tak peduli lagi dengan keberadaan gereja. Doa harian saja jarang dilakukan apalagi doa mingguan: misa atau ibadah. Jemaat sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
Kondisi keimanan umat seperti ini sungguh memprihatinkan. Maka diutuslah seorang imam muda. Ia berperawakkan menarik. Saat ia tiba tak ada satu pun jemaat yang peduli. Namun ia tetap sabar melayani. Ia tidak marah, ia tampil ramah selalu dihiasi senyuman yang terpancar dari wajahnya. Minggu pertama ia bertandang ke rumah-rumah jemaat di wilayah itu. Walau begitu pada hari minggu berikutnya yang hadir di gereja segelintir orang saja.
Beberapa bulan berikutnya ia akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah peti jenazah dan meletakkan peti itu di depan altar gereja. Di dalam peti ia letakan sebuah cermin besar seukuran peti itu. Lalu dikabarkan kepada umat lain bahwa seorang umat atau jemaat gereja telah meninggal dunia. Dan jenazahnya disemayamkan di gereja itu. Berita ini pun tersebar. Sang imam menyiapkan misa arwah. Umat pun berdatangan. si imam muda ini membawa khotbah yang menyentuh hati. Selesai khotbah jemaat diminta berbaris untuk melaksanakan pelayatan terakhir.
Jemaat pun kaget yang mereka lihat di dalam peti itu adalah wajah mereka sendiri. Di akhir misa imam muda berkata kepada mereka bahwa umat yang bagian dari gereja ini semuanya sudah mati. Jika umat tidak ada yang datang ke gereja maka peti jenazah ini akan dibiarkan terus berada di gereja ini. Akhirnya pada misa hari minggu berikutnya gereja kembali dihadiri oleh jemaat atau umat di wilayah tersebut.
Inti Pelayanan
Puncak tanggung jawab dari pelayanan iman adalah mengasihi sesamanya. Pemimpin dalam situasi bencana adalah memberi harapan pada umatnya. Dia tidak menakuti-nakuti ia menyadarkan bahwa gereja terus bernyawa dalam situasi apapun. Entah berjemaat maupun dalam situasi kekosongan seperti di masa pandemic Covid-19 gereja selalu hadir dengan caranya.
Situasi hari ini memang gereja sedang menghentikan tugas pelayanannya karena mengikuti protokol kesehatan pemerintah. Semua dilaksanakan secara live. Tanpa komunikasi dan interaksi langsung. Namun begitu disana ada jiwa-jiwa yang bertelut di depan altar Tuhan. Dengan kesadaran dan keteguhan hati selalu mendoakan umat atau jemaatnya.
Mungkin saja sang gembala sedang mengenang kursi-kursi kosong dalam kerinduannya. Yakinlah bila waktu Tuhan maka rumah-Nya akan kembali diisi dengan raga dan jiwa yang menaruh harapan besar pada diri-Nya. Amin.
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!