Ilustrasi Sumber : Gurukuaan.com |
Di tengah keterbatasan anggaran banyak daerah di Indonesia mengalami kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup guru. Salah satu cara meningkatkan kesejahteraan guru yang paling realistis adalah melalui pengangkatan status guru dari honor komite menjadi honor daerah atau pegawai tidak tetap.
Peran guru sangat vital dalam pembangunan bangsa baik sebagai penggerak maupun sebagai agent of change. Namun pada praktiknya di lapangan banyak guru yang kurang beruntung. Hal ini erat hubungannya dengan masalah upah atau gaji. Upah guru yang terbilang relatif kecil. Masalah ini menjadi hambatan dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang guru. Tentu tidak akan maksimal jika seorang guru harus mengajar dalam keluhan bahkan harus nyambi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Jika terus dibiarkan maka kualitas pendidikan kita akan tetap stagnan. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan pengangkatan seperti yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur.
Artikel ini ditulis berdasarkan kebijakan Pemda Sumba Timur pada tahun anggaran 2018. Penantian lama dari rekan-rekan guru honorer terobati. Pada hari Kamis (24/5/2018) sebanyak 442 orang guru honorer akhirnya menerima SK sebagai pegawai tidak tetap (PTT) di Kantor BKD Kab. Sumba Timur. Pengangkatan ini melalui banyak pertimbangan terutama masa kerja. Pemda Sumba Timur menetapkan syarat dengan prioritas utama adalah mereka yang sudah mengabdi di atas 10 tahun.
Secara umum kebijakan ini luar biasa karena dilandasi atas pertimbangan rasa keadilan dan manusiawi. Bayangkan saja, jika pengangkatan PTT harus melalui tes?
Bukan mengabaikan kemampuan guru senior : mereka yang sudah lama mengabdi maka dengan banyak pertimbangan lulusan baru akan lebih mendominasi pada seleksi melalui format CAT atau CBT. Pada tahap ini Pemda Sumba Timur sudah melakukan kebajikan.
Soal upah guru honorer sangat berbeda dengan guru PNS tapi soal kinerja mereka berada di garda terdepan. Terutama para guru yang mengabdi di daerah 3T.
Yang menjadi keluhan selama ini adalah soal "ketidakadilan" upah untuk guru honorer. Bahwa pembayaran gaji guru honorer berdasarkan juknis BOS. Sudah diatur di dalamnya bahwa gaji guru honorer adalah 15 persen (Juknis BOS 2018) dari keseluruhan dana operasional sekolah. Kalau banyak guru honorer di suatu sekolah maka semakin kecil pula upahnya apalagi ditambah jumlah siswa yang minim.
Guru honorer yang mengajar di sekolah upahnya tidak disebut gaji kerap disebut uang transportasi. Kalau menjadi PTT gajinya dialokasikan melalui APBD Kabupaten Sumba Timur dan rutin diterima setiap bulannya. Kalau tidak salah sekitar 1,6 juta per bulan (2018). Sedangkan dana BOS pertiga bulan kecil pula nilai yang diterimanya.
Namun bagaimanapun kondisinya teman-teman honorer ini selalu terpanggil apalagi mereka adalah seorang pendidik, mereka terus berusaha untuk mengabdi.
Saat itu dengan diangkatnya mereka (guru honorer komite) sebagai PTT secara tidak langsung Pemda Sumba Timur telah menaikkan derajat mereka sebagai guru. Secara tidak langsung telah memotivasi mereka, meningkatkan kinerja serta prestasi mereka. Mereka akan lebih total melaksanakan tupoksinya. Karena sebagian energinya tidak lagi dipakai untuk mengeluh karena sudah menerima upah yang layak.
Akhirnya saya mau bilang, seperti kata kepala BKD Kabupaten Sumba Timur, Lu Pelindima S.Sos yang saya rangkum dari waingapu.com (24/05/2018).
"Pertama guru yang baru diangkat menjadi PTT harus bersyukur kepada Tuhan, kedua, berterima kasihlah kepada Pemda Sumba Timur dan inti dari semuanya itu tingkatkan etos kerja."
Apakah kebijakan ini bisa diterapkan di tingkat Pemerintah Provinsi yang memiliki kewenangan untuk mengangkat PTT bagi guru honorer SMA/SMK atau SLB?
Bisa saja. Pengangkatan bisa melalui seleksi terbuka (CAT/CBT) atau melalui kebijakan seperti yang dilakukan Pemda Sumba Timur, misalnya. Kebijakan ini yang perlu dibahas. Pemprov bisa menggunakan data dari Dapodik. Karena data tersebut sangat valid. Pengangkatan perlu mempertimbangkan usia dan masa kerja. Mereka yang akan diangkat mereka yang sudah berusia 35 tahun ke atas dengan masa kerja minimal lima tahun.
Nama diusul dari tingkat sekolah proses selanjutnya di MKKS. Sebelum di kirim ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan nama-nama guru calon PTT tersebut harus mendapat persetujuan dari koordinator pengawas di tingkat kabupaten.
Kemudian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi mengirimkan daftar kolektif nama guru tersebut kepada BKD. Sebelum menetapkan nama-nama guru itu menjadi PTT maka perlu melakukan uji publik seperti yang dilaksanakan oleh Pemda Sumba Timur tahun anggaran 2018. Tujuannya untuk menghindari "penumpang gelap". Uji publik ini disebarluaskan melalui portal resmi Pemerintah Provinsi atau website berita yang memiliki kredibilitas.
Dengan menerapkan kebijakan seperti ini pemerintah sudah memberi rasa keadilan kepada guru yang sudah lama mengabdi apalagi mereka sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti seleksi calon Pegawai Negeri Sipil.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!