Ilustrasi - Gambar : Pixabay.com
Buku kertas (cetakan) bisa jadi suatu waktu akan ditinggalkan oleh masyarakat pembaca. Jika demikian mau tidak mau semua akan beralih ke e-book atau buku elektronik. Dan yakinlah teknologi akan mengarah kita kepada buku elektronik. Bagi seseorang yang masih “tradisional” seperti saya juga Anda membaca buku elektronik (e-book) tak senikmat buku cetakan pada umumnya. Membaca buku seperti itu akan llebih nikmat, jauh dari “godaan” jejaringan sosial dan minimnya resiko radiasi.
Namun demikian jangan jadi manusia yang antiteknologi. Manusia yang kekinian adalah pengguna setia produk-produk teknologi yang terus berkembang dengan berbagai varian. Soal dampak negatifnya kita perlu menyikapi secara bijak.
Dari eksperimen kecil-kecilan yang saya lakukan dengan cara memantau ketertarikan anak-anak membaca buku boleh saya bilang minat baca kita sangatlah rendah. Saya juga yakin jika kita mau menelusuri berdasarkan data survei atau penelitian maka kesimpulannya saya yakin sama bahwa kebiasaan membaca kita (Indonesia) sangatlah rendah jika dibandingkan dengan Jepang yang kultur membacanya sangat tinggi.
Nah bagaimana caranya agar buku tidak berjarak dengan kita?
Tradisi baca - tulis mesti dibangun sejak dini. Sejak dimana anak mengenal angka dan huruf. Membaca jangan dianggap sesuatu yang serius atau berat tapi menjadikan sesuatu yang asyik dan menyenangkan. Sehingga membaca sebagai kebutuhan mendasar bagi masyarakat hari ini.
Masyarakat (orang dewasa) seyogianya menjadi inisiator dalam membangun budaya literasi bagi bangsa ini tentu diawali dari keluarga masing-masing. Sikap nyatanya adalah mendirikan komunitas diskusi, atau sejenisnya yang penting mampu mengeksplorasi manfaat dari kebiasaan membaca. Rumah Baca, Pojok Baca, Taman Baca, misalnya, mesti ada di setiap titik terutama pada kompleks perumahan.
Kemudian perlu ada dukungan pemerintah dan dukungan politik. Karena pemerintah harus menjadi batu tungku budaya literasi. Memang hari ini pemerintah selalu menjadi penyedia layanan namun soal budaya membaca butuh kesadaran kolektif dari seluruh komponen masyarakat.
Banyak gerakan terkait budaya membaca. Banyak pula komunitas, lembaga swadaya, dan laian-lain mencoba melakukan berbagai inovasi untuk membangkitkan budaya membaca. Jika membaca sudah menjadi kebutuhan maka kita akan membawanya pada tradisi tulis menulis. Karena perbandingan yang baik adalah tiga kali membaca satu kali untuk aktivitas menulis.
Memang untuk membangkitkan budaya baca-tulis butuh “atraksi-atraksi” atau menampilkan sosok berprestasi dari aktivitas baca-tulis walau sedikit terkesan pencitraan namun perlu dikemas secara menarik agar mampu membawa minat pada anak agar gemat membaca buku bila perlu “menggauli” buku-buku. Kalau kita sampai pada tahap ini, kita akan mendapatkan generasi cerdas, kreatif, inovatif dan ujungnya mendapatkan generasi yang produktif.
Sebenarnya makin kesini makin mudah kesempatan anak atau kita semua untuk membaca buku. Dengan format elektronik atau digital maka harga buku makin terjangkau namun kita lebih tertarik pada konten-konten visual.
Kesimpulannya bahwa membaca perlu dimulai sejak dini. Di dibiasakan dari keluarga dilanjutkan di sekolah. Agar menjadi budaya bangsa maka diperlukan kebijakan yang masif dari pemerintah dan tentu dukungan politik.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!