Menikah bagi setiap orang bukan sekedar perkara memilih teman tidur tapi lebih dari itu yaitu memilih teman hidup. Dan pernikahan sendiri merupakan sesuatu yang sakral. Manifestasi dari kesakralan itu individu-individu tertentu mampu mempertahankan "kesuciannya" hingga masa pernikahan tiba.
Menikah Bukan Sekedar Memilih Teman Tidur Melainkan Teman Hidup
Jika perspektifnya teman tidur maka pernikahan itu sekedar katarsis hasrat biologis. Atau hidup bersama demi mendapatkan keturunan, nafkah hidup dan seterunya. Itu faktanya yang dominan dalam alam pikiran manusia.
Kalau perspektif teman hidup maka pernikahan itu sebagai suatu maklumat dimana suami dan istri (seorang pria dan wanita) setelah dimeteraikan oleh imam kedua insan itu akan saling mendedikasikan hidup mereka masing-masing, bertanggung jawab atas anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada mereka. Dan bertanggung atas nafkah (kesejahteraan keluarga) serta menjadi bagian dari keluarga besar dari pasangan itu.
Baca Juga : Cewek Sekarang Ogah Diajak Hidup Susah
Teman hidup dalam konteks ini (menikah) adalah teman sejati. Seseorang yang memahami, mengerti, dan menerima temannya (pasangannya) secara utuh : menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dia yang selalu setia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang. Kalimat terakhir ini merupakan "skrip undang-undang dasar" yang wajib diucapkan dalam pernikahan kristiani. Apalagi pernikahan kristiani tidak mengenal perceraian (Mat 19:6). Artinya ketika memilih menikah sudah paham dengan segala konsekuensinya.
Jadi pernikahan sebaiknya didasari atas cinta kasih, itikad baik dan pertimbangan yang matang. Terwujudnya pernikahan bukan karena didorong usia atau didesak (dijodohkan) atas pilihan orang lain, orang tua, misalnya. Pertimbangan yang matang lebih pada pertimbangan atau kemampuan ekonomi seseorang terlebih si pria itu. Menikah butuh modal. Jangan sampai pasca nikah pasutri masih menjadi beban orang tua. Masih berinang pada papa dan mama kalian.
Memang sih saat membayangkan akan menikah seseorang seperti membayangkan akan makan di restoran. Sudah kebayang pasti yang enak-enak. Apalagi pasangan yang berasal dari kalangan elite. Mereka akan bingung menentukan busana mana yang pas untuk dipakai, bingung menentukan desain kamar pengantin yang romantis, bingung memilih tempat resepsi yang istimewa serta bingung menentukan waktu honeymoon. Sehingga mereka butuh seorang penasihat pribadi.
Padahal memutuskan untuk menikah itu memutuskan hidup berkeluarga. Itu bukan proses instan melainkan proses yang terus menerus terjadi hingga kesudahan tiba. Ibarat seorang petani ke ladang. Untuk sampai ke tahap pemanenan dia harus mengelola lahan tahap demi tahap. Seperti itu pula hidup berkeluarga tak melulu semanis kata-kata cinta yang keluar dari bibir.
Ada nasihat bijak dari seorang tetua masyarakat adat. Dalam hidup berkeluarga ada 3 hal penting yang harus menjadi perhatian pasutri (pasangan suami-istri) baru, antara lain :
Cinta
Hidup berkeluarga tidak selamanya bak hidup di istana para malaikat. Ada dinamika-dinamika yang ironi dari bayangan sempurna. Ada perbedaan sikap dan pendapat. Itu akan nampak pasca menikah. Butuh kekuatan dan keikhlasan untuk mengalah untuk bisa menjadi individu yang bijak. Tapi karena cinta membuat segala-gala menjadi indah. Seperti kata sang pujangga Khalil Gibran.
"Cinta tumbuh bukan karena menemukan orang yang sempurna, melainkan kemampuan menerima kelemahan-kelemahan orang itu secara sempurna."
Ketika memutuskan menikah artinya kita sudah yakin dia adalah teman hidup sejati untuk selamanya bukan karena kesamaan idealisme, prinsip dan seterusnya melainkan karena adanya kecocokan jiwa.
"Cinta adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad," Khalil Gibran.
Intinya kala orang mendasari pernikahan itu atas nama cinta apapun rintangan dan cobaan selalu ada solusi yang happy ending.
Harapan
Harapan selalu ada bagi orang yang memiliki sikap optimis. Berkeluarga tentu kita memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik dan produktif. Kita meyakini dengan berjuang bersama bahwa kedepan hidup akan mengalami perubahan dan akan lebih baik dari hari ini.
Dikutib dari Brilio.net "Harapan akan selalu hadir untuk mereka yang mempercayai perubahan," dan "Harapan akan menjadi nyata untuk mereka yang memberikan kerja kerasnya."
Sepasang suami istri yang menaruh harapan mereka akan berjuang keras untuk mempertahankan hubungan mereka, terus berusaha dan berkarya dengan iman dan cinta serta kemanusiaan.
Perjuangan
Segala sesuatu harus diperjuangkan. Yang diperjuangkan selain keutuhan rumah tangga ada perjuangan lain yakni kebahagiaan dan kesejahteraan melalui cara-cara yang adab dan benar. Secara iman hidup bahagia adalah hidup yang diliputi oleh rasa syukur. Tanpa rasa syukur orang tak akan pernah merasa puas apalagi bahagia.
Baca Juga : Siapa Mau Jadi Mantan Terindah?
Dalam perjalanan hidup keluarga kerap kemesraan dan romantisme itu terkikis oleh tuntutan hidup namun cinta tak boleh luntur. Disisi lain butuh komitmen pernikahan sehingga komitmen pernikahan bisa terwujud.
Oleh karena itu bersikap sebagai teman karib untuk konteks pasangan suami-istri menjadi keutamaan. Karena suami istri sebagai bentuk "persatuan" sementara pertemanan itu sebagai bentuk relasi. Jika sepasang suami istri yang dipersatukan dalam pernikahan membangun relasi yang intim layaknya teman karib kami pikir hidup kalian itu semakin berwarna dan bermakna. Sehingga cintanya tak akan pernah terkikis oleh usia bahkan setia sampai jadi kakek-nenek hingga ajal menjemput.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!