Ilustrasi - Sumber : Facebook.com |
Ia duduk seorang diri di taman itu. Kupikir ia tersesat. Namun wajahnya tidak menampakan kepanikan. Dari jauh aku terus memperhatikannya. Dia gadis kecil berkalung rosario. Itu tampak pada lehernya. Dan di taman itu tidak begitu ramai. Sebuah kawasan doa untuk pemeluk agama katolik. Orang-orang menyebutnya Eclesia Flower Park. Ya seperti taman doa namun terbuka untuk umum. Inklusif prinsipnya.
Penjaga taman selalu berpesan agar setiap pengunjung dan peziarah perlu menjaga kebersihan. Apalagi sampah-sampah anorganik harus di buang pada tempat sampah. Penjaga juga mengingatkan agar pengunjung perlu bersikap tertib dan toleran kepada peziarah yang datang untuk berdoa.
Di Eclesia Flower Park ada sebuah kapel kecil. Dan di puncak bukit itu yang tak begitu tinggi terdapat sebuah arca Bunda Maria. Pada bagian pinggiran sepanjang jalan menuju ke arca Bunda Maria dipasang gambar yang mengisahkan via dolorosa Yesus Kristus. Kemudian di depan arca Bunda Maria dibuat pelataran yang cukup luas. Para peziarah duduk berdoa pada pelataran itu dan menghadap kedepan arca Maria. Umat Katolik akan memanjatkan intensi melalui perantaraan Bunda Maria. Itu tradisi suci gereja yang diimani setiap penganut agama Katolik.
"Hei kamu, sendirian ya?" Tanya ku singkat saat mendekat gadis kecil itu.
"Halo juga paman. Iya untuk saat ini aku sendiri," jawab gadis kecil itu singkat.
"Siapa namanya?"
"Angela, paman."
Aku pun mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan gadis cilik itu. Ia membalasnya dengan senyum tulus. Aku melihat di tangan gadis itu terdapat sebuah buku bacaan. Karena posisi buku dalam keadaan terbalik jadi aku tak sempat membaca judul buku itu. Ku pikir itu sebuah novel.
Sedikit berkelakar aku bertanya apakah gadis cilik itu sedang membaca novel.
"Angela sedang membaca novel?"
"Bukan novel paman. Ini buku Lima Menit Bersama Tuhan. Ayahku mengingatkan bahwa usiaku belum cukup untuk membaca novel." Sanggah Angela.
"Wah keren dong, Angela!" Pujiku. "Boleh kasi tahu paman, apa sih isi buku itu?"
"Paman, ini buku bagus untuk anak-anak. Anak-anak dilatih untuk menyempatkan diri berdoa. Minimal sehari lima menit saja,kok." Jelas Angela dengan gaya anak kekinian.
"Ayahku bilang buku ini bagus buatku. Biar aku selalu berdoa kepada Yesus dan Bunda Maria ditengah kesulitanku. Karena buku ini cukup tebal, setiap hari jika tugas sekolah ku selesai dan masih ada waktu luang aku selalu baca buku ini, Paman." Tambahnya meyakinkan ku.
Aku tertegun mendengar penuturan Angela. Pemikiran Angela melebihi usianya. Melihat Angela aku kembali ingat dengan telenovela Carita de Angel, telenovela bertajuk anak-anak. Ini seakan mengenang kembali kecerdikan sosok Dulce Maria. Seorang anak yang sangat cerdik dan punya imajinasi untuk orang tuannya (Ayah Dulce Maria).
"Ngomong-Ngomong Angela kemari sama siapa?"
"Sama ayah, paman." Jawabnya singkat. Melihat aku terdiam sesaat ia pun kembali memberi tahu kalau ayahnya masih di bukit untuk berdoa.
"Ibu mu tidak kemari?"
Tiba-tiba wajah gadis itu berubah. Ia tampak sedih. Tapi berusaha menutupi kesedihannya.
"Maaf, paman. Ibu sudah tiada lima tahun lalu saat aku masih berusia delapan tahunan." Jelasnya dengan wajah menahan kesedihan. Aku merasa bersalah.
Tiba-tiba di depan kami telah hadir seorang pria 40 tahunan. Ia tampak berwibawa. Wajahnya pria itu kelihatan penasaran dengan kehadiran aku apalagi melihat roman anak gadisnya yang nampak sedih. Akupun mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan ayah Angela. Walau ia tak mengenali aku sebelumnya ia tetap bersikap baik. Aku pun menjelaskan "duduk perkara"-nya. Ia pun menerima penjelasan dariku.
Ayah Angela bernama Pak Freddy nama almarhumah istrinya Rosalina yang meninggal lima tahun lalu akibat kanker. Angela adalah anak semata wayang dari perkawinan mereka.
Kami bercerita panjang lebar soal kehidupan. Soal perkembangan iman katolik kami. Bercerita tentang perkembangan Eclesia Flower Park yang saat ini menjadi taman wisata religi bagi umat Katolik. Kami berdua apresiasi dengan kebijakan gereja Katolik yang membuka kesempatan bagi publik untuk berkunjung dengan bersyarat yakni menjaga kebersihan, tertib dan toleransi kepada umat yang sedang melaksanakan doa di depan Arca Bunda Maria.
Angela sesekali ikut nimbrung dengan percakapan kami. Kerap aku memancing Angela dengan pertanyaan ringan agar dia tak merasa diabaikan. Dia anak gadis yang cerdas dan baik. Ayahnya kerap mengingat Angela agar dia tak dominan dalam percakapan aku dan ayahnya. Ayahnya sesekali mengingatkan Angela untuk kembali membaca buku Lima Menit Bersama Tuhan.
Agar tidak mengganggu Angela kami sedikit menjauh dari posisi kami semula. Kebetulan Pak Freddy juga merokok. Kami sama walau bukan seorang pemadat. Cerita pun lebih berkembang lagi.
Saat aku bertanya apakah Pak Freddy kemungkinan menikah lagi? Ia menjawab belum berpikir untuk menikah lagi. Baginya Angela adalah "jiwa dan raga-nya". Angela adalah "inkarnasi" istrinya. Wajah dan sikap sebelas-dua belas dengan ibunya. Pak Freddy selalu bilang, "Angela is My Little Darling."
Pak Freddy mengisahkan kalau sejak pacaran dulu sama Rosalina mereka kerap ke Eclesia Flower Park. Namun kondisinya tidak seindah sekarang. Dan saat merayakan ulang tahun pertama Angela mereka juga merayakan di taman ini. Jika ada waktu Pak Freddy selalu menyempatkan berdoa di Arca Bunda Maria di Eclesia Flower Park.
"Kadang banyak cinta yang datang menggoda Pak Freddy menolak selalu menolak karena ia sangat mengasihi Angela putrinya," bebernya.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!