Kabut pagi menyelimuti suasana alam Kampung Matawai - Sumba. Udara dingin terus menyerang kulit. Tak peduli dengan pagi yang kian merangkak menuju siang. Warga setempat enggan ‘tuk beranjak dari rumahnya. Mungkin karena hari minggu.
Misa di gereja stasi St Andreas mulai jam 10 pagi. Itupun kalau umatnya tak berhalangan. Misa bahkan diundur bisa sejam.
Terlambat? Apapun alasannya, aku harus berada di gereja jam 8 pagi.
Tiba-tiba suara mesin sepeda motor menggelegar dikeheningan pagi. Suara mesin itu makin lama makin dekat.Tak seberapa menit sepeda motor itu telah berhenti tak jauh dari tempatku.
Baca Juga : Kisah Cinta Perawan Bertato
“Rupanya ada orang baru. Mungkin ada sesuatu yang penting hari ini? “ gumamku.
“Selamat pagi Pak” sapanya. Ia mendekatiku.
“Selamat pagi 1)Umbu! Maaf! Nama umbu siapa, dari mana, dan ada apa pagi-pagi kemari? tanyaku.
“Namaku Rafael. Aku dari Kota”.
“Lalu, ada keperluan apa pagi-pagi kemari?” Tanyaku lagi.
“Oh begini Pak. Aku dengar katanya nanti malam ada acara perpisahan dengan dokter Dahlia. Apa benar?”.
“Benar umbu. Tapi dua hari yang lalu dokter Dahlia ke kota. Pastinya nanti malam ia hadir”. Jelasku.
“Syukurlah kalau begitu. Oyah, boleh tahu siapa nama Bapak?”.
“Ooh maaf, jadi lupa. Namaku Alosius Umbu. Biasa dipanggil Pak Alo. Aku koster di sini pak” jelasku lagi.
Dahlia Valentina adalah satu dari dokter kontrak pusat yang ditempatkan di Puskemas kampung kami. Dokter Dahlia lulusan dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Ia beragama katolik. Aku menilai, ia wanita katolik yang taat. Ia rajin mengikuti misa dan aktif pada kegiatan gereja. Ia bahkan menjadi guru temu minggu bagi anak-anak SD di stasi kami.
Baca Juga : Darling
Dalam tugasnya sebagai dokter ia tak pernah lelah. Ia tegar, dan juga ramah. Ia mengunjungi rumah warga yang sakit, melatih dukun-dukun bersalin. Ia bersedia memberikan bantuan pada siapapun jika dibutuhkan saat itu. Karena sikapnya itu, ia lantas dijuluki “malaikat penolong”.
•••
Mata pemuda itu terus memandangi pesona alam yang hijau di sekitar gereja. Pemuda itu tidak banyak bicara. Pemuda itu amat ramah tapi dari penampilannya aku tetap menaruh curiga. Ia masih mengenakan jaket hitam. Posturnya tegap, dan berambut setengah bahu.
Dan aku segera meninggalkan pemuda itu untuk menata ruang gereja. Walaupun aku sibuk di dalam gereja aku tetap waspada.
Sempat terlintas dibenakku mungkin pemuda itu pacar dari dokter Dahlia. Tapi kalau ditimbang-timbang seperti tak adil buat dokter Dahlia. Dokter Dahlia itu orangnya cantik, pendidikan tinggi, dan baik hati.
“Apa mungkin pemuda misterius itu pacar dokter Dahlia?,” Pikirku sambil geleng-geleng kepala.
Kalau dikaitkan dengan yang diceritakan dokter Dahlia bulan lalu tentang pemuda yang menolongnya, rasanya tak mungkin. Malah berlebihan! Ia menceritakan perihal seorang pemuda yang baik budi. Pemuda itu telah menolongnya beberapa kali. Pertama, ketika dokter muda ini dalam perjalanan dari Puskesmas ke kota.
Baca Juga : Sejoli Di Bukit Savana
Di tengah perjalanan sepeda motor dokter itu tergelincir. Bu Dahlia terjatuh. Untung saja ia hanya mengalami luka ringan. Tiba-tiba seorang pemuda menghampiri dirinya.
Awalnya dokter Dahlia ketakutan. Pemuda itu menjelaskan niatnya. Dengan senang hati bu Dahlia menyambut baik niat sang pemuda itu. Pemuda itu mengeluarkan sepeda motor dari tepi jalan yang agak curam.
Dokter Dahlia membayangkan, kalau pemuda itu berniat jahat, apa jadi dirinya? Itulah sepenggal pengelaman yang membuat dokter muda itu haru. Pemuda itu hanya titip pesan.
“Hati-hati Mbak. Lain kali kalau mau keluar ajak teman!” kenang dokter Dahlia.
Kedua, ketika ban sepeda motor dokter Dahlia gembos. Lagi-lagi si pemuda itu hadir. Tapi kali ini penampilan pemuda itu agak aneh. Berbaju lengan pendek sehingga mencuat otot lengan yang cukup kekar. Di lengan kirinya terlihat tato bergambar malaikat Mikael. Kehadiran pemuda itu sempat membuat dokter Dahlia ketakutan. Ketika pemuda itu mendekat, dokter Dahlia kenal wajah si pemuda itu.
Baca Juga : Dear Desember
Walau dokter Dahlia masih ragu tapi hatinya begitu senang dengan kehadiran pemuda itu. Betapa tidak, jam sudah menunjukan angka setengah enam sore. Padahal, perjalanan masih menyisakan jarak 15 km.
Tanpa banyak bicara pemuda itu langsung mengeluar peralatan dari tas ranselnya. Sekitar 30 menit ia telah menyelesaikan pekerjaan itu. Ketika dianggap beres lalu ia menyerahkan motor itu kepada dokter Dahlia.
“Mbak, biarkan aku susuri dari belakang. Sebab, hari mulai malam. Daerah sini agak rawan” pemuda itu menawarkan jasa. Merekapun melanjutkan perjalanan.
Menurut dokter Dahlia, pemuda itu berpendidikan. Ia baik dan sopan, walaupun wajahnya agak sangar. Nama panggilnya umbu. Dokter Dahlia pada saat itu sempat meneteskan air mata. Beberapa bulan terakhir, sebenarnya dokter Dahlia ingin bertemu dengan pemuda itu.
•••
Sekitar jam 7 malam. Tamu banyak yang hadir. Ibadah perpisahan dipimpin oleh pembina umat. Sejak tiba di tenda, dokter Dahlia mengajakku duduk di sampingnya. Sejak awal mataku terus mencari keberadaan pemuda itu. Pemuda misterius itu belum bersama kami. Melihat sikapku seperti ini dokter Dahlia heran.
“Pak Alo kenapa nengok kiri kanan. Dari tadi aku perhatiin sepertinya ada sesuatu?” tanya dokter Dahlia penasaran.
“Begini bu dokter. Tadi pagi ada seorang pemuda ke gereja. Katanya akan hadir di acara ini”.
“Ooh ya? Serius..?”. Ia Penasaran.
“Betul bu dokter. Tapi sekarang orangnya tak tampak di sini,” jawabku.
Baca Juga : Kasih Nyata Seorang Saudara Seindah Kasih Natal
Sesaat kemudian dokter Dahlia diminta tampil di hadapan tamu yang hadir. Ia diminta untuk menyampaikan kesannya selama bertugas di kampung Matawai. Ketika pengalungan hinggi, tiba-tiba seorang pemuda maju dari barisan belakang tenda ke arah dokter Dahlia. Tepuk tangan yang mengiringi acara pengalungan hinggi terhenti seketika. Di tangan pemuda itu terdapat setangkai bunga edelweis. Dokter itu tidak merasa aneh dengan kehadiran pemuda itu. Ia kenal pemuda itu. Dan pemuda itu berhenti di hadapan dokter Dahlia.
“Masih ingat? Namaku Rafael,” katanya sambil menatap wajah wanita itu.
“Aku ingat. Beberapa hari ini aku ingin berjumpa dengan kamu” kata dokter Dahlia dengan mata berkaca-kaca. Pak Rafael lalu memberikan seikat kembang edelweis.
Sepertinya dokter Dahlia begitu bahagia menerima bunga edelweis pemberian Pak Rafael. Aku tak tahu akhir kisahnya. Yang aku tahu dia seorang wanita hebat selama menjalankan tugasnya*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!