Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Setelah wisuda, aku harus menghadapi kehudapan nyata.
Baca Juga : Ibu
“Aku harus berjuang menghidupi diri sendiri dan orang-orang yang kucintai”, bisikku dalam hati. Setibaku di tempat kos, teman sekos-an menyiakan syukuran kecil-kecilan “Syukuran ala kaum miskin”, begitu kataku. Serentak semua tertawa.
“Betul” kata salah seorang teman sambil bercanda gurau bersama, dalam hati aku bertanya, esok aku ke mana?
Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, waktu berlalu begitu cepat. Tak kusadari sudah dua bulan aku jadi penganggur. Kulewati hari-hariku sambil membaca iklan di koran yang ku beli di loakan. Namun tiada satupun iklan yang mau menerima tenaga pemula. Semua selalu mencari tenaga berpengalaman.
“Nah kalau begini, terus siapa yang mempekerjakan serjana yang baru lulus?”Aku mendesah.
Setelah masuk bulan ketiga, rasa-rasanya jenuh juga terus-terusan tinggal di rumah Budeku. Sebenarnya, aku ingin pulang ke rumah orang tuaku tapi itu tak mungkin, karena aku tak punya banyak uang untuk membeli tiket. Walaupun aku dari suku Jawa, aku dilahirkan dan dibesarkan di salah satu pulau di NTT sedangkan aku kuliah di Jawa. Orang tuaku sudah puluhan tahun tinggal di sana. Jadi semasa kuliah, kalau libur aku hanya tinggal di rumah Budeku. Kabar tentang wisudapun hanya aku kirim lewat surat.
Baca Juga : Janda Dan Nyonya Kaya
Kejenuhan itu membuatku teringat pada kakaku di Pandaan. Akhirnya aku putuskan untuk ke sana. Aku tahu, kota itu adalah kawasan pabrik. “Sambil menyelam minum air” maksudku di samping silaturahmi, sambil melepas kejenuhan siapa tahu dapat pekerjaan. Pucuk dicinta ulam tiba.
Ternyata kakaku bersahabat akrab dengan staf personalia salah satu pabrik air minum di kota itu. Aku diajak ke rumah sahabatnya. Kakaku menceritakan tentang aku pada sahabatnya itu. Akhirnya dia menyuruhku untuk membuat lamaran ke pabrik yang dia pimpin. Iapun menjelaskan metode kerja yang berlangsung di pabrik itu. Kata kakaku tadi, “di pabrik itu terbagi menjadi tiga ship, yaitu ship pagi, sore dan malam”. Dia juga memberitahuku tentang pergantian ship kerja.
Setelah bercerita pajang lebar tentang pekerjaan, akhirnya kami pulang. Aku berpikir baik buruknya kerja di pabrik tersebut, yang pada akhirnya aku menulis lamaran. Waktu itu, hari Sabtu aku membuat lamaran itu. Dengan bantuan seorang satpam aku dipertemukan dengan kepala personalia. Ternyata aku langsung diwawancarai. Pada saat itu juga, aku langsung diterima sebagai karyawan diperusahaan itu. Dan hari Seninnya aku diminta untuk memulai bekerja. Pabrik tersebut memberikan seragam untuk dipakai pada hari Senin. Setelah menerima seragam itu aku pamit pulang.
Dua malam, aku bolak-balik ditempat tidur, aku gelisah dan membayangkan bagaimana hari Senin saat aku mulai bekerja. Itu adalah hari pertama aku bekerja, bagaimana aku menghadapi suasana baru, teman baru dan kebiasaan baru.
Tibalah hari yang menebarkan itu, aku naik angkot dan turun di Halte dekat pabrik. Halte itu berjarak kurang lebih 20 meter. Dengan langkah ragu-ragu aku menuju gerbang pabrik. Dengan langkah semangat aku masuk melewati lobi depan. Aku terhenyak ketika aku membaca sebuah tulisan di atas gambar panah itu. Sebuah tulisan yang mengharapkan agar para karyawan baru untuk berkumpul. Karena merasa sebagai karyawan baru aku berjalan sesuai tuntunan anak panah tadi. Di ruangan sudah ada dua karyawan. Ternyata karyawan baru ada lima orang termasuk aku.
Jam 07.30 masuklah seseorang laki-laki berdasi. Aku tidak tahu siapa dia? Yang jelas dia menjelaskan tentang pekerjaan kami. Ia menjelaskan tugas utama kami seperti mencuci, mengeringkan dan menata botol. Setelah penjelasan itu, kami langsung bubar dan menuju ke tempat kerja masing-masing. Akupun menikmati pekerjaan itu. Suasana menjadi akrab setelah kami berkenalan satu sama lain.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Dua minggu bekerja tibalah giliran kelompok kami untuk bekerja pada ship malam, yaitu jam 00.00-07.00 pada saat itulah aku betul-betul merasakan betapa susahnya mengumpulkan rupiah.
“Sudah tengah malam, ditambah udara dingin, aku harus berhadapan dengan air”, gerutuku dalam hati. Belum lagi perasaan yang harus was-was di jalan saat berangkat ke tempat kerja. Seminggu sudah bekerja untuk ship malam. Seperti biasa setiap akhir pekan, kami secara rutin menerima upah. Di perusahaan itu untuk karyawan baru gaji diterima perminggu.
Baca Juga : Devania Kusayang
Minggu ke empat ini aku sudah menerima gaji yang keempat juga. Berarti sudah sebulan aku bekerja di perusahaan itu. Tibat-tiba aku teringat akan jerih payah orang tuaku. Seperti inikah cara orang tuaku mencari uang?, tanyaku dalam hati. Barangkali apa yang kualami ini seperti yang sering dialami kedua orangtuaku di kampung. Oh Tuhan lindungilah kedua orang tuaku di sana.
Rasanya aku ingin sekali mengirim sedikit jerih payahku untuk mereka. Kusisihkan sebagian penghasilan ku yang tak seberapa. Kemudian, menunggu waktu yang tepat untuk diweselkan ke kedua orangtuaku di sana. Setelah aku kirimkan uang itu, aku merasa bahagia dan sangat istimewa karena walaupun tak seberapa aku telah membahagiakan kedua orang tuaku di kampung. Sesungguhnya karena perjuangan merekalah aku bisa seperti ini. Terima kasih Tuhan.
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!