Tenunan dari Kampung (desa) Kaliuda begitu populer saat ini. Padahal banyak tenunan dari tempat lain di Kabupaten Sumba Timur yang tak kalah cantik dengan tenunan Kaliuda. Misalnya dari Kambera atau dari Hahar-Kanatang. Kedua tempat ini memiliki corak dan motif khusus dan juga cocok untuk dieksplorasi menjadi bagian dari busana formil atau fashion. Ya seperti tenunan khas Kaliuda yang sudah "go international."
Peran media sosial menjadikan tenunan tradisional Sumba Timur yang sebelumnya hanya pada tataran budaya (pakaian tradisional) kini melompat menjadi bagian dari kegiatan ekonomi kreatif, home industry, bisnis bahkan prestise budaya.
Baca Juga : Sikap Adaptatif Ata Ende Dalam Budaya Tau Humba
Jika Anda sempat mengikuti kegiatan budaya : prosesi pengebumian, lamaran-pernikahan adat, misalnya, di Kampung Kaliuda, Desa Kaliuda, Kecamatan Pahunga Lodu maka kehadiran rambu dan umbu pada acara budaya itu bagai parade budaya yang begitu berwarna. Disitu ada estetis budaya, fashionable, dan prestise.
Dalam prespektif budaya Sumba Timur tenunan untuk pakaian pria dan wanita berbeda. Pakaian pria disebut kain (hinggi) dengan tenunan memanjang kurang lebih 2 meter terdiri dari dua liran (nai) dan dijahit garis tengahnya menjadi satu sehingga lebarnya bisa mencapai 1,5 meter. Sedangkan pakaian wanita disebut sarung (lawu) tenunannya juga memanjang dan setelah selesai dipotong bagi dua dengan ukuran yang sama panjang dan dijahit berbentuk lingkaran - (Disdik Kab. Sumba Timur, ….).
Keistimewaan Tenunan Kaliuda
Asal mula tenunan daerah Sumba Timur sampai hari ini belum diketahui asal muasalnya. Intinya ia bertumbuh dan berkembang sejak leluhur masyarakat Sumba Timur mendarat di Tanjung Sasar.
Tenunan Kaliuda terdiri dari 2 jenis, antara lain: Pertama, tenunan ikat. Tenunan yang dibuat dengan berbagai motif. Kedua, tenunan songket. Tenunan songket hanya untuk membuat sarung untuk pakaian tradisional wanita (rambu).
Dalam pengamatan kami yang membedakan tenunan Kaliuda dengan tenunan daerah lain di Sumba Timur terletak pada corak motif. Tenunan Kaliuda berukuran lebih besar ketimbang tenunan dari daerah lain yang lebih minimalis. Namun dalam perkembangan saat ini ada "improvisasi" dalam pembuatan hinggi atau lawu. Mungkin juga karena permintaan pasar.
Kemudian pada warna dasar. Warna dasar tenunan Kaliuda didominasi warna hitam, merah dan biru. Kemudian disisipkan warna putih dan beberapa warna lain hanya sekedar "pemanis".
Proses pembuatan tenunan Kaliuda cukup kompleks sehinggga membutuhkan waktu lama. Mulai dari persiapan bahan, peralatan, dan sampai pada proses pembuatan yang masih dilakukan secara manual atau konvensional. Misalnya untuk bahan benang dulunya dipintal secara manual. Namun saat ini sudah jarang masyarakat di Kampung Kaliuda yang memintal benang. Jika membuat kain atau sarung bahan benang dari pintalan manual disinyalir harganya akan mencapai belasan juta bahkan lebih.
Semantara pewarna berasal dari pewarna alami. Untuk warna merah biasa dipakai akar mengkudu. Dan untuk warna biru dari daun nila. Untuk bahan pewarna tambahan bisa dari kemiri, kulit dedap, dan lain-lain. Peralatannya nyaris sama seperti peralatan tenun yang ada di daerah lain.
Motif memberikan cirikhas khusus untuk sebuah hasil tenunan. Dalam tradisi orang Kaliuda motif selain mempercantik tenunan juga memiliki nilai falsafah sendiri. Motif-motif terdiri dari motif asli yang tumbuh dan berakar dalam kehidupan masyarakat di Kaliuda bahkan semua daerah yang ada di Sumba Timur.
Baca Juga : Cerita Hidup Toleransi Dari Manggarai (Flores) Sampai Ke Kaliuda (Sumba) Ternyata Cukup Sederhana
Motif bisa berbentu kuda, ayam, burung kakatua, orang (manusia), tugu, rusa, udang, rusa, buaya dan kura-kura dan lain sebagainya. Untuk saat ini motif yang akan dibuat berdasarkan pesanan. Atau yang sudah membudaya di tengah masyarakat adat-budaya. Untuk harga kain Kaliuda saat ini yang paling murah sudah dibanderol Rp. 2 jutaan. Karena bahan dasarnya mahal dan proses pembuatan juga lama.
Kedepan diperkirakan harga kain kian mahal. Karena sebagian masyarakat sudah mulai alih profesi yang biasanya fokus pada beternak dan menenun saat ini sudah mulai ikut membudidayakan rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Selain proses budidaya sederhana hasilnya juga menjanjikan. Tapi kita tetap berharap masyarakat tetap mempertahankan kain Kaliuda sebagai icon kampung Kaliuda bahkan menjadi identitasnya orang Sumba Timur.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!