Saorang teman pernah mengkritisi tentang rencana pembangunan tempat ibadah yang megah serta rencana pembangunan simbol-simbol agama yang kerap membutuhkan dana besar sekaligus melibatkan umatnya dalam pembangunan itu. Padahal, untuk kebutuhan hari hari saja mereka (umat) harus banting tulang dan di rumahnya mungkin makan saja susah. Atau rumah mereka bak gubuk tua. Itu ia sampaikan sebagai alasan logis pada pestingannya disalah satu grup facebook.
Pernyataan teman tadi kemudian ditanggapi oleh seorang imam. Saya persingkat maksudnya seperti ini: "Kita memberi dari kelebihan kita untuk rumah Tuhan dan hal tersebut tidak dipaksakan."
Baca Juga : Bertemu Tuhan
Pengen sih teman saya ini pada saat itu, dia maunya berkomentar panjang lebar tapi harap maklum dan harus sadar diri, karena nihil pengetahuan filsafat. Apalagi berbicara tentang Tuhan. Akhirnya dia berbicara secara diplomasi atau normatif. Dan imam itu menyinggung tentang karya Allah (keajaiban-keajaiban) atas hidup manusia. Membaca "debat" antara si teman dan imam itu saya hanya menyimak dan tersunyam.
Hidup manusia adalah penyelenggaraan ilahi (Providentia Dei). Dan akhir-akhir ini, hal itu selalu merasuki alam pikir ini. Saya juga semakin sadar akan providentia dei ketika seorang teman muda juga diam-diam ia rajin ke gereja walau selalu sembunyi-sembunyi dari jangkauan mata orang. Padahal ia sering share tentang ajaran Karl Marx, Nicolo Machiaveli, Sun Tzu dalam beberapa grup diskusinya.
Apa arti ini semua? Saya menyimpulkan bahwa hidup manusia tidak lepas dari keajaiban-keajaiban Tuhan itu sendiri. Sehingga dalam sebuah titik hidup manusia itu, ia pasti merasakan apa yang dinamakan penyelenggaraan ilahi. Maksud saya keajaiban Tuhan dalam hidupnya. Dan sebagai manusia yang sadar akan hal itu dia pasti mensyukuri nikmat yang ia dapat. Praktik iman yang nyata adalah kita ke gereja dan memuji Tuhan.
Baca Juga : Kisah Seorang Tentara Dalam Sebuah Peperangan Dan Jaring Laba-Laba
Ada sebuah cerita menarik dalam sebuah nats kita suci ketika Yesus ditanya oleh seorang perwakilan terkait hal membayar pajak dengan tujuan mereka untuk menjebak Yesus.
"Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran.”
“Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" (Mrk 12:14).
Ternyata Yesus tahu kemunafikan mereka. Ia tidak terlena dengan pujian mereka. Pujian kekaguman kadangkala sebagai jaring jebakan! Mereka sedang mencobai Dia (Mrk. 12:15). Ia kemudian meminta uang satu dinar – yang adalah upah kerja satu hari pada zaman itu.
Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" 12:16 Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." 12:17 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!
Baca Juga : Joe Biden Dan Kekatolikannya
Atas dasar itu ada dua hal penting secara tersurat dan tersirat yang ingin disampaikan nats kitab suci kepada kita. Pertama, jangan kita bersungut-sungut kepada Allah yang memberikan berkat kepada manusia terutama pribadi kita. Kedua, laksanakan kewajiban dan ketaatan kita sebagai warga negara dan umat Allah.
Jadi ketika mendapatkan "berkat" lebih ada baiknya kita juga perlu memberikan kepada Tuhan, melalui sumbangan pembangunan gereja, misalnya.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!