Kita bisa lihat bagaimana ekspresi atau reaksi orang kepada orang lain ketika pertama kali saling bertemu. Reaksinya beragam. Ini sebut saja kesan pertama. Ada yang langsung jatuh cinta ketika pandangan pertama. Ada yang langsung antipati ketika awal bertemu. Ada yang langsung suka atau mengagumi dan sebaliknya pada saat mereka pertama kali saling bertemu. Ini soal rasa - perasaan. Dan di dunia asmara tak selamanya cinta pertama itu dijadikan sebagai cinta sejati.
Di dunia kerja itu lebih ramai lagi (soal komentar) ketika ada orang baru, anak magang, atau pemimpin baru akan berada di kantor itu. Belum masuk kerja saja atau baru melamar kerja sudah banyak komentar yang keluar dari karyawan kantor itu. Pokoknya semua jadi pengamat atau komentator dan ramai.
Baca Juga : Cerita Inspirasi Tentang Bocah Tukang Semir Yang Balas Budi Kepada Direktur Perusahaan
Apakah itu sesuatu yang tabuh?
Itu tidak menjadi soal. Dewasa ini dengan majunya teknologi dan dengan sistem keterbukaan informasi seseorang bisa menjadi objekan yang menarik untuk dibahas tuntas. Mengerikan memang. Namun itulah faktanya. Apalagi di dunia politik kala terjadi polarisasi. Seorang calon pemimpin harus kuat dan bernyali besar. Biar jangan stroke saat dibully netizen yang maha benar dan maha tahu.
Namun keasyikan mengomentari orang lain dia menjadi takabur. Asal bicara tanpa mencari informasi yang benar terkait materi, sosok, atau apalah yang sedang dibahas itu. Kerap ia hanya menilai dari cover-nya saja. Membaca pengantarnya saja. Membaca kesimpulan saja. Dia tidak membaca secara utuh. Apalagi melakukan telaahan dan berbagai hal sesuai tuntutan budaya atau sikap ilmiah. Padahal sikap ilmiah dibutuhkan saat ini dalam menghadapi gelombang informasi yang masif diproduksi. Apalagi banyak platform-platform digital yang memungkinkan orang berbagi informasi.
Baca Juga : Kepercayaan (Trust)
Nah contoh begini. Dalam kehidupan hari ini banyak orang yang tertipu oleh penampilan seseorang di dunia maya. Ia tampak cantik dan tampan oleh karena proses digital (aplikasi digital) - efek kamera. Tampak kulit putih dan mulus. Bibir merona merah delima. Dan seterusnya.
Oleh dorongan kekaguman maka mulai iseng-iseng inbox, WA, dan seterusnya. Ada tangapan lalu kasih perhatian dan berakhir janjian ketemuan. Astaga yang terjadi apa? Produk asli dan produk efek kamera berseberangan. Jauh dari ekspektasi. Bubar. Pupus. Ada orang yang bijak dan baik (mulai pertemuan itu) teman dunia maya diajak jadi temenan. Yang lain mengambil sikap radikal dengan memblokir pertemanan di sosial media.
Bersikap Bijak
Pepatah bijak mengingatkan kepada kita bahwa yang manis jangan cepat ditelan yang pahit jangan cepat dibuang. Sebelum bertindak mesti dipertimbangkan. Dan pepatah ini memiliki kandungan makna yang luas dan dalam. Tentu berdasarkan konteks yang ada.
Baca Juga : Tak Perlu Iri Dengan Kehidupan Orang Lain Karena Setiap Orang Punya Rezeki Masing-Masing
Dalam menilai sesuatu jangan hanya sebatas menilai kulit luarnya saja. Orang bilang, "Don't judge a book by its cover,": jangan menilai buku dari sampulnya" adalah sebuah kalimat kiasan yang membertahu kita bahwa jangan menilai bobot atau nilai dari suatu hal dari penampilan luarnya saja.".
Oleh karena itu mulai saat ini kita diminta agar lebih bijak, lebih sabar, lebih matang dalam melihat sesuatu hal, lebih sabar untuk jangan cepat menghujat, serta lebih matang dalam mengambil sebuah keputusan. Jangan tergesa-gesa. Harus mempertimbangkan segala sesuatu dari berbagai aspek.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!