Sampai hari ini pergerakan relawan kemanusiaan masih terus berjalan. Mereka menjangkau masyarakat yang memang sangat membutuhkan uluran tangan pasca bencana banjir dan badai siklon tropis Seroja yang melanda banyak daerah di NTT dan salah satunya kabupaten Sumba Timur. Peran citizen jurnalism atau jurnalisme warga saat bencana itu penting karena dapat meningkatkan kewaspadaan bagi warga tentunya sekaligus membuka keran distribusi bantuan awal bagi para korban.
Bulan lalu, 4 - 6 April 2021, Sumba Timur dilanda banjir dan badai siklon tropis Seroja. Karena peristiwa bencana itu banyak warga yang harus mengungsi dan kehilangan harta benda. Ada yang hanya menyisakan pakaian di badan. Mereka kedinginan, kelaparan, sedih bahkan ada yang stress akibat bencana itu. Namun gerakan civil society (masyarakat madani) mampu menjadi "penolong pertama" sebelum bantuan pemerintah datang. Soal ini kita wajib angkat topi. Saat itu banyak relawan mulai bergerak. Dari berbagai komunitas dan organisasi masyarakat. Bantuan datang. Posko-posko kemanusian didirikan. Ada sikap solidaritas kemanusiaan yang begitu luar biasa. Itu tampak jelas.
Artikel Terkait : Hati Yang Mengabdi (Kisah Istri Bupati Sumba Timur Ny Merliyati Simanjuntak Saat Menyalurkan Bantuan Untuk Korban Bencana Banjir)
Namun ada beberapa titik lokasi yang senyap dari bantuan. Seperti di wilayah selatan Sumba Timur. Menurut hemat saya karena tidak ada aksi jurnalisme warga disana. Atau karena akses ke lokasi dimaksud terbatas dan sulit untuk dijangkau. Disini yang bergerak lebih awal adalah relawan. Mereka bekerja tanpa pamrih. Mereka membawa bantuan sembako dan lain-lain dengan ikhlas dan jiwa besar. Mereka termotivasi membantu sesama atas nama kemanusiaan dan cinta kasih. Bagi saya relawan ini yang disebut sebagai sayap-sayap kemanusiaan.
Saya sempat berdiskusi ringan dengan seorang koordinator relawan itu. Apakah mereka digaji? Apakah mereka sekedar diberi uang saku?
Tidak ada kamus dalam benak mereka soal "motif uang." Mereka berjibaku melintasi jalan-jalan terjal dan bahaya untuk membawa bantuan. Peluh keringat membasahi tubuh mereka bahkan beberapa hari harus melupakan mandi. Ada kelompok relawan tertentu sampai memberi bantuan fisik dan turut (material) serta membangun rumah warga yang rusak akibat banjir dan badai. Memang tidak semua mendapatkan bantuan itu. Dan itu sifatnya terbatas karena butuh analisa kerusakan dan ketersediaan dana.
Apa yang mereka dapatkan?
Ya hanya sebuah kebanggaan. Mereka bangga bahwa mereka bisa menjadi bagian dari manusia lain (menjadi saudara dalam penderitaan) dengan orang lain. Mereka adalah sayap-sayap kemanusiaan yang mampu "terbang" menjangkau dan menerobos kesulitan medan (lokasi bencana) untuk membawa bantuan misi kemanusiaan.
Artikel Terkait : Cerita Pasca Banjir Sumba Timur April 2021
Kita patut bersyukur dan bangga bahwa kita masih basodara dalam kemanusiaan. Kita masih menjadi bagian dari manusia lain. Kita masih punya hati dan empati untuk orang lain. Kita butuh banyak sayap-sayap kemanusiaan yang dapat terbang tinggi nun jauh di angkasa untuk kerja-kerja besar kemanusiaan. Mereka yang tak banyak menuntut. Yang masa bodoh soal besaran materi yang diterima. Namun spirit kemanusiaan mereka seperti elang perkasa.
Kepada saudara yang terus bergerak dalam senyap, tanpa sorotan media yakinlah bahwa dedikasi kalian akan kembali kepada kalian. Tuhanlah yang akan melimpahkan rahmatnya untuk kalian semua. Amin.
Salam sehat selalu. Jangan lupa pake masker. Ingat protokol kesehatan, ingat 3M!*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!