Stigmata adalah istilah yang digunakan dalam mistisisme Kristen untuk menggambarkan manifestasi luka tubuh, bekas luka, dan rasa sakit di tempat yang sesuai dengan luka penyaliban Yesus Kristus. Sedangkan orang yang menanggung luka stigmata itu disebut apa?
Orang seperti itu biasa disebut sebagai seorang Stigmatis atau seorang Stigmatik dan orang pertama yang mengalami stigmata adalah Santo Fransiskus dari Assisi adalah stigmatik pertama yang tercatat dalam sejarah Kristen.
Baca Tulisan Lain MYB : Hebatkah Kamu dengan Melabrak Balik Orang yang Menyakitimu?
Apakah Stigmata bisa dijadikan sebagai Doktrin iman dalam Gereja Katolik? Dalam kasus yang disetujui Gereja, stigmata adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada beberapa orang suci; Stigmata adalah manifestasi fisik dari mistisisme Kristen. Karena itu, perlu diingat satu hal ini bahwa ketika Gereja mengakui suatu fenomena sebagai otentik, ia menerima fenomena itu tetapi tidak pernah mengusulkan agar dipercayai sebagai doktrin iman.
Apakah orang yang punya Stigmata bisa dikanonisasi menjadi orang Kudus dalam Gereja? Gereja tidak mengkanonisasi siapa pun hanya karena orang itu memiliki stigmata. Apa yang Gereja lakukan ketika mengkanonisasi adalah mengakui kehidupan Kristen teladan seorang suci, entah dia memiliki stigmata atau tidak.
Tuhan memberikan Stigmata hanya kepada beberapa orang suci, untuk memberi tahu dunia dan untuk mengingatkan kita tentang realitas penderitaan Kristus di kayu salib untuk menyelamatkan kita. Itulah sebabnya kebanyakan dari mereka yang mengalami stigmata adalah penganut Katolik.
Bagaimana kita bisa tahu dan yakini kalau itu merupakan stigmata karena bisa juga seorang stigmatis tipu-tipu atau bisa juga luka karena sakit atau penyakit yang di derita orang itu atau bisa juga karena kondisi psikologis orang itu?
Tentu saja Gereja sangat berhati-hati dalam menangani kasus seperti ini. Biasanya, Gereja pertama-tama berusaha memastikan bahwa luka-luka tersebut bukan berasal dari sebab-sebab alamiah, dan mencari bukti adikodrati guna membuktikan bahwa stigmata tersebut sungguh merupakan suatu tanda dari Tuhan. Gereja juga hendak memastikan bahwa stigmata tersebut bukanlah suatu tanda dari setan guna membangkitkan suatu kegemparan rohani yang menyesatkan orang banyak. Oleh sebab itu, karena stigmata merupakan suatu tanda persatuan dengan Tuhan kita yang tersalib, maka seorang yang benar-benar stigmatis haruslah hidup dengan mengamalkan keutamaan-keutamaan dengan gagah berani, tabah dalam menanggung penderitaan baik fisik maupun jiwa, dan hampir senantiasa mencapai tingkat persatuan ekstasis dengan-Nya dalam doa.
Baca Tulisan Lain MYB : Berumah Tangga Itu Ibarat Ngopi
Apa tanda luka-luka dari stigmata yang benar?
Tanda luka-luka dari stigmata yang benar, berbeda dari luka-luka yang timbul akibat penyakit. Ada beberapa kriteria untuk bisa memastikan apakah itu benar-benar stigmata atau tidak. Kurang lebih ada 5 kriterianya antara lain :
Pertama, Stigmata yang benar itu, harus sesuai dengan luka-luka Tuhan kita, sedangkan luka-luka yang timbul akibat penyakit akan muncul secara acak pada tubuh. Kedua, Stigmata yang benar, mencucurkan darah, teristimewa pada hari-hari di mana dikenangkan Sengsara Yesus (misalnya pada hari Jumat dan Jumat Agung), sementara luka-luka yang timbul akibat penyakit tidak demikian.
Ketiga, Stigmata yang benar, memancarkan darah yang bersih serta murni, sedangkan yang timbul akibat penyakit memancarkan darah yang disertai nanah. Darah yang memancar dari stigmata yang benar, sekali waktu dapat terpancar dalam jumlah besar tanpa mencelakakan sang stigmatis, sedangkan yang berasal dari penyakit akan melemahkan orang secara serius hingga diperlukan transfusi darah.
Keempat, Stigmata yang benar, tak dapat disembuhkan baik melalui medis ataupun perawatan lainnya, sedangkan yang timbul akibat penyakit dapat disembuhkan.
Baca Tulisan Lain MYB : Aura Jubahmu Menggetarkan Jiwaku (Cerita Tentang Seorang Ibu Muda Yang Jatuh Cinta Dengan Pastornya)
Kelima, Stigmata yang benar, muncul secara tiba-tiba, sedangkan yang timbul akibat penyakit muncul perlahan-lahan seturut periode waktu dan dapat dihubungkan dengan penyebab psikologis dan fisik yang utama.
Para stigmatis yang benar, akan mengalami keterkejutan atas munculnya stigmata. Tanda ini bukanlah sesuatu yang mereka “mohon dalam doa”, bahkan para stigmatis ini, seringkali mereka berusaha untuk menyembunyikannya agar tidak menarik perhatian orang terhadap dirinya. Mereka benar-benar menunjukkan sikap rendah hati.
Semoga pengalaman mereka itu menjadi inspirasi bagi kita dalam mengejar persatuan yang lebih mesra dengan Tuhan kita, teristimewa dengan sering menerima Sakramen Tobat dan menyambut Ekaristi Kudus.
Diambil dan diedit seperlunya dari tulisan MYB di Facebook yang Berjudul Stigmata
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!