Suatu hari seorang kaisar datang menghadap kepada seorang maha guru. Ia hanya ingin bertanya bagaimana caranya agar kekuasaan dinastinya tetap langgeng selamanya. Dalam usianya yang semakin renta ia mulai kuatir akan masa depan dinastinya. Rakyat semakin gencar menuntut hak-hak mereka. Ada juga kelompok tertentu melakukan tindakan subversif. Mereka ingin mengakhiri dinasti itu.
Bisa dipastikan dalam waktu singkat kekuasaan sang kaisar berada dalam posisi terancam jika tidak memberikan ilusi atau angin surga kepada rakyatnya.
Baca Juga : Etika Dalam Kepemimpinan
Dihadapan maha guru ia menyampaikan pertanyaan. Kira-kira bagaimana caranya agar bisa menguasai rakyatnya sendiri tanpa melalui kekerasan atau menciptakan perang saudara?
Sang maha guru hanya menjawab singkat. Biarkan rakyatmu bodoh dan cukupkan saja isi perutnya.
Tak bisa kita sangkali, pendidikan hari ini adalah the way of life manusia. Untuk membangun sebuah tatanan peradaban baru negara harus berani berinvestasi besar di dunia pendidikan. Bukan setengah-setengah melainkan sebuah kebijakan total demi perbaikan kearah peningkatan kualitas pendidikan sesuai tuntutan zaman.
Cara menguasai tanpa berperang yaitu bodohi rakyatnya. Bagaimana caranya? Persempit akses pendidikan bagi warga, naikan biaya pendidikan dan matikan kreativitas guru. Di saat itu dunia hanya memiliki manusia robot. Manusia yang mudah diperdayai, manusia yang mudah dibeli, dan manusia yang mudah diadudomba.
Pepatah bilang, akar kemiskinan adalah kebodohan, akar kejahatan adalah kemiskinan : kebodohan, kemiskinan dan kejahatan adalah mata rantai setan yang sukar ditebas jika tidak ada political will-nya untuk reformasi pendidikan.
Baca Juga : Dalam Konteks Demokrasi : Pemimpin Timbul Karena Lingkungan Tidak Karena Lahir Atau Dilahirkan
Kebodohan dan kemiskinan menjadi lahan subur dari kaum pragmatis. Kaum yang mencintai jalan pintas. Kaum yang menolak proses dan lebih memilih hasil atau kemenangan.
Kita bisa lihat bagaimana temuan pasca suksesi politik. Lembaga independen selalu menemukan politik uang dan atau intimidasi dilakukan secara sistematis dan masif. Ini dilakukan atau ditemukan dalam tataran masyarakat grass root yang nota bene tingkat pendidikannya rendah.
Masyarakat dalam level ini tidak memikirkan tujuan dari demokrasi atau apa yang bisa diharapkan dari keterwakilan mereka di lembaga legislatif. Mereka hanya memilih berdasarkan apa yang ditawarkan saat itu. Berdasar apa yang disuguhkan. Atau saya membahasakannya sebagai “politik jamuan”.
Berkuasa tanpa perang itu ketika pemimpin atau pebisnis dengan cerdik membangun soft power kepada masyarakat kelas bawah.
Anda seorang menginginkan sesuatu,misalnya Anda mau mengincar tanah masyarakat di pedesaan atau di pesisir pantai, maka berilah dia pinjaman, beri (bon) dia sembako jika dalam jumlah tertentu dan diyakini dia tak sanggup lagi untuk membayarnya beri dia intimidasi. Yang jelas demi nama baik dia akan membarternya dengan tanah. Dan contoh di atas kita bisa jumpai dalam kehidupan kita sehari hari.
Nah kenapa orang ingin berkuasa mereka selalu melakukan invasi melalui lembaga pendidikan atau campus?
Ruang pendidikan itu adalah ruang subur orang melakukan indoktrinasi kepada calon rekrutan mereka. Lima belas tahun yang akan datang mereka akan memanen kader militan. Maka celakalah kamu jika kamu hanya berbahasa normatif dan menghilangkan ajaran doktrinal. Atau mengabaikan doktrinasi.
Amerika menciptakan pendidikan yang berkualitas dan superior. Tapi yang mereka viruskan adalah bagaimana Amerika Serikat menjadi kebanggaan mahasiswanya. Amerika menjadi roll model pendidikan dunia. Ketika mahasiswa itu kembali ke negaranya yang mereka bawa adalah “nilai dan gengsi Amerika” bukan negara asal mahasiswa itu.
Baca Juga : Kaum Muda Butuh Kolaborasi
Berkuasa tanpa perang bisa dimulai ketika negara bisa menghadirkan generasi terpelajar dan berkualitas. Jika sudah mencapai level itu kita tidak mungkin membebek orang lain.
Bagaimana mewujudkannya? Jalan satu-satunya investasi pendidikan besar-besaran. Berangkatkan putra putri terbaik daerah untuk kuliah di kampus kampus terbaik Indonesia. Atau ke luar negeri.
Tak usah kuatir dengan mereka. Mereka bukan kompetitor kita, tapi mereka adalah masa depan bangsa.
Penulis : Bonefasius Sambo/Facebook.com
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!