Malam itu sekitar pukul 19.00 Wita. Sekelompok remaja putri dengan asyiknya menaiki tangga menuju arca Maria. Tangga menuju arca Maria cukup tinggi dengan tatakan batunya juga berkelok-kelok. Memang terlihat dekat kalau berdiri dari bawah namun untuk mencapai di pelataran gua mereka mesti menunggu beberapa saat dan mengeluarkan sedikit energi. Kebayang gak sih kalau emak-emak lansia yang menyusuri tangga-tangga itu? Hemm....
Mereka sepertinya sekumpulan orang muda katolik (OMK). Status mereka rata-rata siswa SMA. Karena gua maria itu tidak cukup jauh dari pemukiman penduduk maka malam hari waktu yang tepat untuk datang berdoa. Atau biasanya melaksanakan novena berkelompok. Itu merupakan tata cara imani bagi umat Katolik.
Baca Juga : Bukan Sekedar Puisi Cinta
Sepanjang tangga itu kedengaran samar-samar terdengar suara remaja putra diantara dominasi suara rekan mereka yang putri. Seperti biasa kehadiran remaja putra ini menjadi penjaga bagi mereka yang putri. Maklum hari sudah malam. Palingan keberadaan sekelompok remaja ini sejaman di gua. Istirahat sebentar lalu menyalakan lilin dan mulai mengambil posisi berdoa. Seorang diantara mereka yang memimpinnya. Setelah itu mereka lalu kembali ke rumah mereka masing-masing.
Seseorang diantara mereka berkata, "Bunda Maria doakanlah kami". Spontan yang lain menjawab, "Amin."
Baca Juga : Sephia
"Ingat ya Rensy, kalau kamu lulus test nanti kita harus kembali ke sini ya!"
"Jelas dong. Ini kan tempat penuh harap. Gua Maria ini adalah inspirasi bagi kita-kita." Itu jawab Rensy.
"Iya, kakak-kakak kelas juga sudah banyak yang berhasil setelah mereka kerap melaksanakan novena secara khusyuk di sini. Dia gua ini," seorang menimpali dalam percakapan serius mereka.
Baca Juga : Tamu-Tamu Misterius
Aku hanya tertegun mendengar percakapan mereka. Ya dari balik pohon itu dalam temaram cahaya lilin-lilin. Sejenak ku rebahkan sedikit punggungku dibalik guratan kasar kulit pohon itu. Nostalgia lama bersemi kembali. Dua puluh tahun lalu situasi yang sama pernah kujalani. Hari ini aku tak sanggup untuk menipu diriku lagi. Aku punya rasa rindu tentang pengelaman imani itu. Hari-hari ini aku terlena. Aku terjatuh dalam kesibukan pekerjaan dan rutinitas lain. Sudah sekian lama aku melupakan tempat sejarah dengan memori religi yang penuh makna.
Baca Juga : Menanti Ujung Cintanya
Malam ini seperti ada bisikan malaikat aku harus ke gua Maria. Gua itu yang sering dinamai Maria Rosa Mistica. Maria dengan identitas mawar kuning, putih, ,merah itu. Mawar yang ajaib. Disitu puluhan tahun lalu aku mencoba mendalami buku-buku rohani dalam imaji penuh harap dan keyakinan tentang hidup. Tempat aku berkeluh kesah tentang kesulitan hidup bahkan tentang cinta.
Tempat seorang sahabat yang mendedikasikan tasa setia persahabatan walau berbeda keyakinan. Tempat saya pernah melihat seorang kristen lain juga bertelut di hadapan arca Maria seraya memanjatkan doa-doanya. Semoga kita bisa berkumpul kembali dalam melodi rindu yang membucah.
Baca Juga : Aura Jubahmu Menggetarkan Jiwaku (Cerita Tentang Seorang Ibu Muda Yang Jatuh Cinta Dengan Pastornya)
Dari situlah perjalanan hidup dimulai. Engkau yang mistik mengajarkan aku seperti bayi sampai tumbuh menjadi pria dewasa. Membuat semangatku seperti sayap-sayap garuda yang siap terbang tinggi. Di depan arcamu Maria, aku berlutut, Ave Maria, ora pronobis.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!