"Kak, malam ini aku harus memberanikan diri untuk mengirim sms padamu. Aku tahu jika berita itu sampai ke telinga kakak, kalau bukan aku dimarahi pasti kakak akan merasa malu. Iya kak, aku yakin itu. Aku ingin kembali bersama kalian! Inilah harapan ku saat ini." Kucurahkan perasaan ini melaui pesan singkat itu.
Sudah tiga hari berlalu sms itu tak dibalasnya. Setiap saat, hape jadul itu tak pernah jauh dariku. Hape ini adalah pemberian perdana dari kakak-ku. Aku tak tahu persis dari mana ia mendapatkan uang dan bagaimana ia bisa membelikan aku hape itu. Suatu malam tiba-tiba saja ia memanggil ku dan menyerahkan hape itu kepada ku. Katanya singkat, jangan banyak komentar kamu pasti membutuhkan barang ini. Saat itu, ia pun lalu bergegas ke kamar tidurnya.
Baca Juga : Di Depan Arca Maria Aku Berlutut
Sepintas kerjanya lebih banyak keluyuran. Kadang kalau pulang rumah, sudah larut malam. Dan mulut bau alkohol pula. Untungnya dengan sisa kesadaran yang ada ia berusaha ke kamarnya walau tertatih-tatih.
Aku heran, tak pernah kakak bersikap kasar pada kami. Maksudnya aku dan si bontot, Edu. Namaku, Jeny. Sedangkan kakak ku bernama Lucky. Menurut cerita bibi Lina, dia diberi nama Lucky karena orang tua kami berharap kelak ia bisa menjadi laki-laki yang beruntung. Memang ia kakak kami yang unik dan misterius. Sepak terjangnya sulit kami baca.
Baca Juga : Bukan Sekedar Puisi Cinta
Ayah dan ibu kami telah tiada. Awalnya kami diasuh sama Bibi Lina. Namun setelah aku lulus SMP, kak Lucky meminta kami kembali ke rumah orang tua. Edu juga turut serta bersama kami. Karena permintaan kakak, Bi Lina akhirnya merelakan kami pergi. Saat itu Edu akan masuk SMP. Kebetulan sekolah baru Edu tidak jauh dari rumah mendiang kedua orang tua kami.
Setiba di rumah kediaman kami sendiri, aku berperan bak ibu. Kakak, hanya berusaha mencukupi kebutuhan kami. Uang jajan kami selalu ada. Makan minum juga tersedia untuk sebulan. Kakak ku jarang sarapan atau makan bersama kami di rumah. Ia tak pernah mengeluh apalagi marah kepada kami adik-adiknya. Padahal perawakan dia kekar dan sangar. Sebagian badannya tatoan. Orang kadang bilang kakak kami preman. Kadang kami juga merasa sedih. Bahkan risih dengan anggapan sebagian orang di lingkungan sekitar. Ya, begitulah kakak kami. Yang kami tahu dia menyayangi kami.
Baca Juga : Sephia
Malam ini empat setengah tahun telah berlalu. Kuliah ku sudah kelar. Sudah di wisuda dan meraih gelar sarjana sains kimia.
Aku dulu hanya meminta ijin kepada kakak agar diperkenankan merantau. Ya, mencari kerja untuk membiayai kuliah adik kami Edu nanti. Kami ingin kalau bisa diantara kami ada yang meraih gelar sarjana.
Namun, suatu hari tak terduga aku bertemu boss-nya kak Lucky. Ia memperkenalkan namanya sebagai Pak Pur. Ia meminta diriku untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan tinggi setelah dia melihat nilai rapor SMA-ku. Dengan modal semangat dan demi menjaga kepercayaan dari boss yang baik budi itu, kuliahnya aku tuntaskan tepat waktu.
Baca Juga : Tamu-Tamu Misterius
Aku juga mendapatkan beasiswa. Karena aku termasuk mahasiswa berprestasi. Jadi selama masa kuliah tak pernah lagi aku membebani kak Lucky. Dana beasiswa itu aku sisihkan sebagiannya untuk Edu. Selama empat setengah tahun aku tak pernah liburan ke rumah. Semua waktu dipakai untuk kuliah dan untuk melepaskan penat, aku cukup menikmati suasana Kota Surabaya.
Tapi malam ini setelah tiga hari sms ku tak dibalas kegalauan ku memuncah. Hati ini memendam seribu rindu untuk mereka. Pada kakak ku dan si bungsu, Edu. Kakak Lucky pastinya marah. Karena sepengetahuannya, aku ke Bali dan bekerja di sana. Teman-temannya, tak satupun tahu dengan jejakku walau sudah mencari kemana-mana. Itu yang membuat dia gelisah dan juga marah. Apalagi ada informasi sampai ke telinganya kalau aku sudah menjadi wanita gak benar alias wanita panggilan.
Baca Juga : Hijrah Cinta Tanpa Batas
Tapi kuyakin, dia akan bangga setelah amarahnya sirna. Sikapnya mungkin reaktif saat pertama kali melihat diriku menginjakan kembali kaki di rumah orang tua kami. Percayalah kak, ini ku lakukan untuk membalas pengorbanan kakak untuk kami beberapa tahun silam. Kami akhirnya tahu kakak Lucky seorang debt collector yang tidak lupa dengan tanggung jawabnya.
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!