Sejak pukul 19.45 WITA, Kampung Hilir diliputi awan pekat. Bintang-bintang yang biasanya memamerkan keindahannya seolah tak berdaya malam itu. Langit di atas kampung yang seharusnya mempesona menjadi murung. Sepertinya, ada sesuatu misteri yang akan menyeruak warga di Kampung Hilir.
Beberapa hari yang lalu, seorang tetua kampung pernah bercerita tentang mimpi anehnya kepada salah satu warga kampung. Karena merasa aneh dengan mimpi itu, warga itupun menceritakan kepada warga lain.
Baca Juga : Natal Sebentar Lagi, Yuk Simak 11 Fakta Menarik Seputar Natal!
Tak sengaja, mimpi itu tersiar hampir ke seluruh warga Kampung Hilir. Reaksinya pun beragam. Ada yang menanggapinya dengan serius, ada yang tidak. Bahkan diantara beberapa warga mereka menertawakannya. Lebih dari itu ada pula yang cemooh setelah mendengar mimpi itu.
Mimpi itu juga terdengar oleh Agus. Pemuda ini, dikenal aktif di Kampung Hilir diberbagai kegiatan sosial. Ia juga menjadi ketua OMK di stasinya. Akibat penasaran, akhirnya ia pun memutuskan untuk mengetahui secara persis berita itu.
Walaupun hari sudah malam ia terus mencari informasi dari rumah ke rumah. Keputusan terakhir, ia pun pergi ke rumah Pak RT.
“Selamat malam. Selamat malam Pak RT”, sapa Agus. Tak berselang beberapa detik pintupun dibukakan oleh si pemilik rumah. “Selamat malam juga dek Agus” balas Pak RT sembari mempersilahkan Agus duduk. “Rupanya ada urusan penting, malam-malam kemari?” tanya Pak RT mencari tahu. “Tidak Pak RT. Sekedar mencari tahu informasi. Mengenai kebenaran mimpi dari salah satu tetua kampung kita. Sepertinya mimpi ini sudah tersiar hampir ke semua warga yang ada di kampung ini” jelas Agus.
Baca Juga : Sesederhana Kasih Natal
Sambil menghela nafas Pak RT menjelaskan. “Benar katamu. Tapi bagi kita yang telah hidup di zaman modern ini sulit memang bila hal seperti itu dicerna melalui akal sehat. Namun begitu kita perlu menanggapinya dengan hati”. “Bagaimana mimpinya Pak RT?”, desak Agus.
“Suatu malam dalam tidurnya, ia melihat segerombolan anjing turun dari sebuah gunung di sekitar perkampungan Hilir. Kondisi badan anjing-anjing itu amatlah kurus. Anjing-anjing itu menyerang dan menerkam warga kampung dan hewan piaraannya. Setelah peristiwa amukan itu, dalam sekejab gerombolan anjing itu pun lenyap” urai Pak RT panjang lebar.
Setelah menceritakan peristiwa dalam mimpi itu kedua orang itu pun terdiam. Sesekali kedua orang itu menghela nafas dan menggelengkan kepala. Sukar menebak apa yang mereka pikirkan.
Baca Juga : Bolehkah Merayakan Natal Sebelum Tanggal 25 Desember?
“Sepertinya mimpi itu pertanda buruk bagi kampung kita ini, bukan?” kata Agus memecah kebisuan di antara mereka. “Sulit bagi saya untuk menjawabnya. Hal ini diluar jangkauan rasio kita”, kata Pak RT. Sepertinya Pak RT tidak mau berpikir lebih dalam karena di luar jangkauannya.
Pulang dari rumah Pak RT jam sudah menunjukan angka sembilan malam. Ia langsung mampir ke rumah seorang janda bernama Maria. Janda ini salah satu anggota Legio Maria. Rajin berdoa, ramah, dan dikenal baik di Kampung Hilir. Ia telah lama ditinggal mati oleh suaminya. Ia memiliki seorang putra. Namun, putranya sekarang bekerja di tanah orang. Jadi saat ini ia hidup hanya seorang diri. Orang di kampung itu sering memanggilnya “bunda”.
Baca Juga : Natal Dalam Kesederhanaan
“Bunda…bunda….bunda. Bukakan pintunya!”, pinta Agus agak memaksa. “Ada apa Nak?, kata janda itu menyelidik. “Begini bunda. Sebaiknya malam ini bunda jangan berada di rumah ini. Bukankah rumah ini sering kebanjiran?”…..Perasaan saya tidak enak melihat kindisi cuaca malam ini”.
“Begini nak, jangan kuatirkan saya. Kalau kamu begitu kuatir, biarlah malam ini engkau kenakan rosario ini. Inilah bekal pengharapanmu”, katanya lugas. “Nak Agus, sebenarnya rosario ini akan diberikan kepada putraku. Tapi untuk malam ini biarlah engkau yang menggunakannya”, sambung si janda itu lagi.
Permintaan Agus sepertinya sia-sia belaka. Janda itu tetap teguh pada pendiriannya. Malah, ia mohon agar Agus segera kembali ke rumahnya untuk beristirahat karena malam makin larut.
Baca Juga : Kasih Nyata Seorang Saudara Seindah Kasih Natal
Di rumah, Agus sukar untuk memejamkan mata. Ia terus dihantui oleh mimpi yang aneh itu. Bahkan pikirannya pun melayang jauh pada hal-hal yang tidak diinginkan. Kalau-kalau akan terjadi sesuatu pada janda 60-an tahun itu. Bagaimana tidak? Rumah janda itu tepat di daerah aliran sungai. Sembilan tahun lalu banjir bandang telah meluluhlantakan rumah-rumah warga yang juga di sekitar rumah janda itu.
Kilat, guntur, dan hujan badai menggelagar dikeheningan malam. Masyarakat tertidur lelap karena hujan. Mereka tidak menyangka bahwa malam itu akan terjadi malapetaka. Mereka pun tidak pernah membayangkan bahwa beberapa sanak saudaranya akan pergi untuk selamanya meninggalkan mereka.
Baca Juga : Pria Di Gubuk Sederhana Itu
Dan benar. Sekitar pukul tiga dini hari banjir besar datang menyapu rata rumah warga di sekitar aliran sungai itu. Tak terkecuali janda malang tadi. Rumah-rumah penduduk yang menjadi korban sebagian besar tak berbekas, kecuali rumah batu. Ada pula beberapa warga yang luput dari malapataka, karena mendengar gemuruh banjir dari kejauhan malam.
Sekitar pukul lima pagi warga mulai berdatangan ke lokasi kejadian. Isak tangis dan teriakan histeris menjadi pemandangan yang memilukan. Warga mulai mencari tahu masing-masing anggota keluarganya. Yang mungkin diperkirakan menjadi korban bencana alam.
Baca Juga : Ini Desember Kedua, Marcelino!
Termasuk Agus, ia diliputi kekuatiran yang mendalam. Apalagi ia tahu persis rumah janda itu di daerah yang rawan banjir. Betapa sedihnya setelah ia melihat rumah janda itu tak satupun material yang tersisah. Air mata Agus jatuh berderai. Janda “bunda” Maria sudah dianggapnya seperti ibu kandungnya sendiri. Sejak enam bulan ia sudah diasuh oleh janda itu. Ibu kandungnya meninggal akibat tuberculosis. Ia hanya bisa berdoa agar mayat janda itu bisa ditemukan.
Berita tentang bencana banjir yang telah merenggut banyak korban nyawa telah tersiar ke mana-mana. Tapi sosok yang paling dibicarakan yaitu “bunda” Maria. Sosok dan kepribadiannya yang baik dikenal luas oleh warga.
Agus hanya bisa menatap hampa bekas rumah janda itu. Sesekali ia menatap arus sungai yang masih tampak ganas. Agus pasrah dengan semua kenangan bersama “bunda” Maria tergerus oleh arus sungai itu.
Baca Juga : Darling
Tiba-tiba saja Agus merasakan sejuknya butir-butir Rosario yang melingkari lehernya. Sebuah Rosario pemberian bunda Maria semalam. Seberapa menit Agus teringat akan kata-kata terakhir janda itu.
Siapa yang seharusnya memiliki Rosario itu? “Iya. Rosario ini bukan menjadi milikku selamanya. Sebaiknya saya segera memberikan kepada darah dagingnya sendiri”, gumam Agus dalam hati.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!