Kala membayangkan harapan dan keindahan itu, tiba-tiba saya mendapatkan “hikmat” tentang konsep berpolitik secara kristiani. Berpolitik dilandasi nats-nats kitab suci dengan nilai-nilai Alkitabiah-nya: mengasihi sesama dalam kemanusiaan.
Baca Juga : Mengapa Pastor Tidak Terlibat Dalam Politik?
Saudara, kali ini anggap saja saya orang yang tiba-tiba mendadak religius dalam kata-kata. Dan menurut saya itu lebih baik daripada kata-kata itu mengandung ujaran kebencian padahal penampilan saya begitu religius. Itu namanya aneh anaknya ajaib.
Manusia jika ingin memiliki pengetahuan dia mesti takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan (Amsal 1 : 7). Seseorang yang berhikmat pernah bilang kepada saya jika kamu mau melayani sesamamu tanpa pamrih kamu harus memiliki cinta (hati). Jika hatimu senantiasa dipenuhi kedengkian, penuh kecurigaan, kompetisi tidak sehat niscaya hatimu akan kuasai oleh roh gelap. Ketika itu terjadi, kamu akan anggap manusia bukan lagi sesama tapi sudah dianggap serigala bagi yang lain.
Baca Juga : Jangan Larang Guru Berpolitik
Kaum kristiani dikenal dengan hukum kasihnya. Kasih tanpa batas sebagai muara dari seluruh ajaran Yesus Kristus. Namun dalam politik hukum kasih itu tabuh. Berbicara kasih dalam politik seperti air susu dituangkan kedalam bejana berisi racun. Sebuah kebaikan yang sia-sia. Tapi percayalah dengan kuasa-Nya tak ada yang mustahil.
Politisi harus sering ke tempat ibadah untuk mendengarkan hikmat bukan mendatangi tempat ibadah dan menjadikan tempat ibadah sebagai arena berpolitik. Jika tempat ibadah yang suci dijadikan arena menggagas siasat politik apa sih esensi rumah ibadah itu?
Baca Juga : Apa Itu Bonus Biologis?
Yesus Kristusnya pernah marah dengan kata-kata dan tindakan ketika ia melihat bait suci di Yerusalem dijadikan pasar oleh kaum Yahudi saat itu.
Mungkin dalam politik hari ini orang bisa saja membangun narasi bahwa pasar adalah tempat masyarakat mencari kehidupan? Tapi bukan ditempat ibadah kan? Sama hal dengan politik. Berbicara politik itu berbicara kekuasaan atau pembagian kekuasaan. Apa soal perebutan kekuasaan harus di tempat ibadah? Saya yakin ketika berpolitik membawa-bawa agama sentimen akan menjadi lebih luas dan sensitif. Karena dogma agama berbeda-beda sehingga orang lebih terikat pada rantai agama masing-masing.
Baca Juga : Harta, Tahta Dan Wanita
Mungkin saja, Yesus Kristus marah saat itu karena manusia sudah dianggapnya mau merendahkan sisi religiusitas tempat ibadah.Tempat suci Tuhan yang agung dan mulia berada.
Memang menjadi politisi dengan prinsip-prinsip kristiani itu sulit dan berat. Kalau seorang politisi Kristen mau mendasar diri pada ajaran Bible 1 Korentus 13 : 1 - 13 (Menyoal Kasih) si politikus itu bisa mati lemas. Justru karena itulah orang selalu bilang pisahkan ajaran agama dan politik. Karena di politik ada bisnis politik dan politik bisnis, ada gagasan perangnya “membunuh atau dibunuh”. Lantas apakah agama mengajarkan demikian?
Baca Juga : Kelas Sebagai Ruang Demokrasi
Lalu bagaimana manifesto atau lebih sederhana dengan manifestasi politisi ala kristiani? Jika ada kesadaran takut akan Tuhan Anda akan melaksanakan ajaran kasih itu. Peduli pada kaum papah dan sesama yang membutuhkan. Menerima apa yang menjadi hak Anda. Tidak mengambil yang bukan miliknya. Memberi kepada mereka yang berkekurangan. Intinya mengasihi sesama manusia tanpa pamrih. Seseorang yang tidak alergi dengan eksistensi orang lain.
Seorang Kristen yang taat itu seluruh hidupnya akan meneladani sosok Yesus Kristus.
Ini seandainya kalau saya menjadi seorang politikus kristiani. Saya akan berusaha melaksanakannya. Seandainya!*
Baca Juga : Bahasa Rakyat, Modal Sukses Untuk Para Calon Legislatif
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!