Seorang pemuda gayanya kurang mengundang minat dikalangan kaum religius. Apalagi cewek-cewek yang selalu memegang kitab suci. Pada mereka yang religius tekstual tanpa pendalaman terhadap pesan-pesan suci yang tersirat dalam buku suci itu. Pemuda itu dipandang sebelah mata. Siapa sih kamu? Sepintas demikian.
Gayanya Rock n Roll. Badannya tatoan pada tangan dan bagian betis kaki. Ia cuek. Bawa asyik sendiri. Dia tampil apa adanya. Jauh dari kesan necis. Jarang pula ia ke tempat ibadah. Hanya pada hari rayalah dia baru tunjukkan batang hidungnya di tempat ibadah. Melihat gayanya seperti itu kata-kata sinis produktif terucap. Apalagi dia memiliki kisah masa lalu yang yang oleh mereka kurang beradab : pacarnya hamil diluar nikah.
Baca Juga : Jika Engkau Memiliki Tuhan
Di tempat ibadah dia akan mengambil posisi yang jauh dari sorotan mata umat atau jemaat lain. Penampilan juga simple. Kameja flannel dipadu dengan celana jeans. Gayanya simple namun ia cukup paham dengan fashion. Mungkin karena ia sarjana. Walau demikian ia tetap menarik untuk dipandang. Seperti style-nya yang bekin orang kepo. Sebenarnya ada beberapa pasang mata yang nihil informasi tentang pemuda ini kerap tertarik dengan dirinya yang cool itu. Dewasa dan keren juga sih pembawaannya.
Namun ada satu hal yang membuat pemuda itu berbeda. Ia tetap sopan berbicara dan menaruh respect pada orang lain. Beberapa temannya mengungkapkan bahwa ia tak akan sungkan memposisikan dirinya sebagai pelayan bagi orang-orang disekitarnya. Membawakan minuman atau mengambil piring ketika ada orang yang lebih tua darinya. Tentu ia mengabaikan anggapan orang sebagai hamba. Ia cool dan masa bodoh soal sikapnya itu.
Baca Juga : Jangan Menyerah Pada Kejahatan Dan Lakukan Terus Kebaikan
Setelah peristiwa kehamilan pacarnya, ia sepertinya kehilangan rasa percaya diri untuk memulai hubungan dengan wanita lain. Ia Ditolak oleh keluarga perempuan dengan alasan prinsip. Pada akhirnya si pacar menikah dengan orang lain. Namun ia tetap melanjutkan kuliah dan selesai tepat pada waktunya. Ia tetap mencintai buah hatinya. Anak itu diasuh oleh orang tua mantan pacarnya. Setelah selesai kuliah ia mencari pekerjaan namun di perusahaan swasta. Ia menyisihkan sebagian gajinya untuk biaya hidup buah hatinya itu.
Awalanya ada penolakan keras dari orang mantan pacarnya. Namun karena tekad dan penjelasan dari pemuda itu mereka akhirnya luluh apalagi bocah tiga tahun itu seperti sadar bahwa pemuda yang bertato itu ayah biologisnya. Anak itu sangat bahagia jika dikunjungi "sang ayah."
Baca Juga : Seperti Apa Manifesto Politik Ala Kristiani?
Pemuda itu memang menato dirinya seperti ia menghukum dirinya. Namun ia berkomitmen melaksanakan semua tanggungjawab. Ia selalu melakukan devosi kepada Tuhan yang ia sembah di kamar tidurnya. Pada pagi dan malam hari. Berdoa di altar gereja pada tengah malam dihari tertentu. Ia kerap membantu orang-orang yang susah. Ia membantu tanpa diketahui oleh orang yang akan menerima bantuannya. Memberi bantuan lewat pihak ketiga.
Pemuda itu memiliki penghasilan yang cukup bahkan berlebihan. Ia di rumahnya disayang oleh kedua orang tuanya lantaran ia seorang anak yang memberi hormat kepada kedua orangtuanya. Bekerja layaknya perempuan di dapur. Tanpa munafik.
Ia menyayangi saudara-saudaranya bahkan sedang membiayai kuliah adik bungsunya. Ya itulah cara ia menunjukan kasihnya. Namun ia tidak mengikat orang dengan kebaikan yang ia lakukan. Ia cuek saja dengan apa yang ia lakukan. Ia percaya bahwa kebaikan akan kembali kepada pemiliknya. Itu kisah pemuda itu.
Baca Juga : Apakah Maksud Memilih Hidup Elegan Untuk Para Sultan?
Memuja Tuhan Ditempat "Gelap"
Puncak dari iman adalah cinta kasih. Bukan pamer religiusitas. Mestinya di dalam hati ada kasih sayang yang membara pada kondisi orang lain. Bukan menutup mata. Itu saya sebut sebagai praktik iman sejati.
Kisah pemuda di atas di awali rasa penyesalan karena ia telah berbuat dosa. Menghamili pacarnya. Ia bertobat dan melaksanakan semua tanggungjawabnya. Mungkin ia ingat pesan Tuhan Yesus kepada Marta, "Jangan berbuat dosa lagi!" Sikap sadar dan pertobatannya ia tidak tunjukkan dengan perubahan perilaku yang mendadak religius tapi dengan mempraktekkan hukum cinta kasih kepada sesama tanpa menonjolkan diri.
Baca Juga : Apa Perbedaan Memberi Dalam Kelimpahan Dan Memberi Dengan Ikhlas?
Mungkin, inilah yang dikehendaki Tuhan. Apabila tangan kanan memberi tangan kiri tidak boleh tahu. Atau mengikat orang dengan kebaikan kita dan berharap orang itu harus ingat kita. Itu yang ingin dijauhi pemuda itu.
Pemuda itu paham dengan budaya di lingkungannya bahwa orang yang tatoan kerap diidentikkan dengan preman. Dia menikmati cibiran, sinisme dan hinaan itu. Tapi ia tetap bahagia karena orang tuanya dan saudara-saudaranya begitu menyayangi dirinya. Itu adalah modal dirinya bahwa keluarganya tahu seperti apa dirinya.
Jika kita menyadari bahwa mestinya bila kita mau mengenal Allah dan mencintai Tuhan yang kita sembah lakukan ditempat tertutup dan praktekkan hukum cinta kasih yang fundamental itu bukan pamer religiusitas di sosial media atau di luar rumah. Di rumah tangga jarang menerapkan nilai-nilai cinta kasih kerap marah dan dipenuhi caci maki.
Baca Juga : Mengabdilah Pada Pasangan Hidupmu
Soal pamer religiusitas yang dimaksudkan ini tentu dinilai berdasarkan konteksnya bukan pukul rata.
Oleh karena itu, lakukan saja kebaikan karena kebaikan akan kembali bahkan mencari pemiliknya. Jika manusia tidak menjangkau kebaikanmu biarlah Tuhan yang membalasnya. Jangan mengikat orang yang kau bantu dengan kebaikan yang kamu lakukan. Biarlah semua terjadi karena Penyelenggaraan Ilahi atau Provindentia Dei.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!