Jika ada diskusi dalam grup sosial media, sebenarnya banyak teman guru sering mengeluh terkait kesejahteraan guru atau tentang eksistensi nasib dirinya. Namun rata-rata mereka tak berani mengutarakan keluh-kesahnya ke publik. Kelompok ini saya sebut dengan kelompok silent majority. Kelompok besar yang tidak mau menyuarakan isi hati ke publik karena itu masih dianggap tabuh. Ini berlaku bagi kalangan ASN dan bagi guru honorer.
Intinya yang berani berbicara di depan publik hanya segelintir orang (guru) namun mereka sudah menerima segala konsekuensinya. Bisa saja jika "keterlaluan" siap-siap sudah menjadi martir.
Baca Juga : Pendidikan Sebagai, "The Way Of Life"
Bagi saya setiap warga negara memiliki hak berdemokrasi. Tapi berdemokrasi itu jangan sampai kebablasan. Berbicara sesuai kapasitas dan secara proporsional. Guru perlu menyampaikan secara santun dan elegan. Intinya berbicara sesuai kapasitas kita.
Kalau Guru tidak menyampaikan keluhan kesah kita siapa yang akan tahu dengan masalah kita?
Seorang Panglima TNI saja begitu memerlukan informasi intelijen dalam memutuskan suatu keputusan penting. Informasi itu dari siapa? Tentu dari anggota TNI yang terpilih bahkan masyarakat sipil yang terseleksi. Informasi intelijen itu diolah kemudian dipilah lalu dipilih untuk sebuah keputusan penting.
Baca Juga : Pendidikan Itu Mahal
Di tataran eksekutif juga berlaku demikian. Mereka juga mendengarkan suara dari bawah. Nah, bagaimana kalau kita diam saja? Saya rasa suara dari netizen yang bersuara perlu juga diperhatikan. Bahwa berpendapat itu atau berkeluh kesah tidak boleh dianggap pembangkangan kepada atasan tapi pernyataan itu mestinya bisa ditengarai sebagai fakta lapangan.
Kesejahteraan Guru
Sehebat apapun guru jika bekerja dalam keluhan kehebatan itu akan tergerus seiring perjalanan waktu. Tugas guru itu berat. Melibatkan pikiran, tenaga dan waktu. Belum lagi ia bekerja untuk menafkahi keluarganya. Jika gaji tak cukup tentu ia akan mencari tambahan penghasilan di luar profesinya.
Baca Juga : SMK, Kreativitas, Entrepreneurship Dan Perlu Money Oriented!
Zaman sekarang untuk menjadi sukarelawan pendidikan itu ada batasnya. Tidak sepanjang hayat. Karena dunia sudah diukur dengan angka. Karena profesionalisme guru juga diukur dengan angka pula.
Saya pikir, baik guru PNS atau pun honorer memiliki problem kesejahteraan yang sama walau tingkatannya berbeda. Guru PNS akan komplain kalau hak-haknya tidak diberikan kepada dirinya atau guru bersangkutan.
Baca Juga : Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Pada Siswa SMK Negeri 3 Pahunga Lodu
Hari ini soal tunjangan kinerja guru SMA/SMK masih belum diterima secara rutin sepanjang 2022 belum diberikan secara periodik. Maksudnya pertriwulan dengan beragam alasan. Guru penerima TPP, Tamsil dan lain menerima diujung tahun. Guru honorer lebih susah lagi, ketika upah mereka jauh di bawah UMR.
Ketika kesejahteraan guru mencukupi saya percaya semua guru akan mengeksplorasi dan mengembangkan segala kemampuan untuk meningkatkan kinerja diri. Karena apa jika kinerja di bawah standar haknya akan dicabut.
Baca Juga : Kuliah Melalui Jalur Khusus Anak Pelaku Kelautan Dan Perikanan Itu Luar Biasa!
Bayangkan saja jika dia bekerja setiba di rumah anaknya menangis, minta susu tapi ia tak punya duit untuk membeli susu. Atau akibat kerja dia sakit tapi biaya rumah sakit ia tak punya. Mau mau makan saja harus minjam beras tetangga. Jelas ini akan sangat mengganggu kinerja dia sebagai guru. Lalu bagaimana dengan level profesionalitasnya?
Nusa Tenggara Timur, misalnya, masyarakat atau guru hidup ditengah budaya yang kental, jiwa sosial tinggi sehingga walaupun dia berstatus PNS ia juga mengalami kesulitan karena harus berpartisipasi dalam berbagai urusan sosial budaya yang ada disekitarnya dan menjadi bagian dalam kelompok itu.
Baca Juga : Pendidikan Membuat Kita Setara
Menurut saya saatnya pemerintah harus lebih greget dalam melakukan investasi di dunia pendidikan. Peningkatan kapasitas guru, pengembangan karir guru, seleksi dan promosi kepala sekolah dan memperhatikan kesejahteraan guru honorer dan ASN. Memaksakan agar guru profesional tanpa dukungan kesejahteraan itu sama saja mendorong mobil tanpa bensin.*
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!