Hidup itu adalah pilihan. Jika tidak memilih orang akan mengambang dalam hidupnya. Ia memang hidup tapi datar-datar saja. Yang penting hari ini cukup makan ya sudahlah. Begitulah kata mereka. Namun beda dengan orang yang memiliki pilihan hidup. Seorang anak ketika dia memiliki cita-cita cukup diingatkan dan diarahkan maka dia akan melakukan apa yang akan menjadi prasyarat cita-citanya. Ia akan fokus pada apa yang akan menjadi pilihan jalan hidupnya.
Memang sih tidak serta merta dia hanya fokus pada itu saja (cita-citanya) dia juga membutuhkan hiburan dan olahraga. Atau bermain dengan teman-temannya.
Ada sebuah kisah nyata ketika seorang anak mempunyai cita-cita ingin menjadi anggota Polri (polisi). Itu cita-cita yang sudah diutarakan sejak masih TK (Taman Kanak-kanak). Ia akan meminta seragam polisi ketika akan mengikuti karnaval dalam rangka memperingati tujuh belas agustusan. Kedua orangtuanya memenuhi hasrat mimpinya. Menjadi seorang polisi itu sudah menjadi nafasnya.
Olahraga pilihannya yakni sepak bola. Sejak SMP ia menghindari rokok atau minuman keras. Kelas IX SMP ia sudah mengikuti penggemblengan fisik di Kodim. Maksudnya lebih terarah. Dan dilanjutkan di masa SMA. Puji Tuhan, ia lulus menjadi anggota polisi saat usianya masih 18 tahun tanpa informasi miring tentang dirinya. Ya begitulah bahwa hidup itu sebuah pilihan bukan mimpi tapi melalui proses.
Kembali ke judul artikel ini. Mau pilih jadi artis atau orang pintar? Pertanyaan yang menggelitik. Emang jadi artis dan orang pintar itu pilihan ideal apa? Markibong. Mari kita bongkar.
Situasi kekinian dengan hadirnya beragam platform sosial media setiap orang punya kesempatan yang sama dengan beragam jenis hiburan yang bisa diakses. Yang paling marak dari konten-konten Youtube. Orang bisa mengikuti aktivitas artis atau selebritis idola mereka sepanjang hari. Dan itu menjadi rutinitasnya. Atau berkaraoke ria sepanjang hari.
Di masa pandemi aktivitas berkaraoke menjadi pilihan hiburan. Selain karena bosan di rumah, katanya meningkatkan imun. Walau tidak semua tetangga tertarik dengan pilihan itu. Apalagi aktivitas berkaraoke yang tidak memperhatikan etika dan memahami kondisi orang yang punya aktivitas padat dan membutuhkan waktu beristirahat pada jam istirahat.
Seorang ibu begitu mengagumi anaknya karena anaknya memiliki suara yang bagus. Katanya itu sesuai standar dan pengalaman mereka. Dan berharap suatu saat anaknya bisa menjadi artis ibu kota. Seseorang yang kadang dipuji lantaran suaranya dibilang bagus kerap berkaraoke bukan lagi pada tataran menghibur diri tapi pada bermimpi mau jadi penyanyi kenamaan. Akhir masuk pada dunia fantasi yang eksesnya menjadi penderita delusi.
Bayangkan saja seorang anak sekolah dia mesti menghabiskan berjam-jam hanya untuk mencari hiburan dengan berkaraoke.
Mau jadi artis seperti Raffi Ahmad atau penyanyi seperti Judika? Itu bukan perkara muda. Usahanya itu gila. Memang mereka sudah memiliki talenta namun prosesnya berdarah-darah. Apalagi harus mempertahankan eksistensi mereka. Mau jadi selebriti mesti punya paket komplit. Wajah mesti cantik dan ganteng, seksi, punya koneksi luas, kerja keras, stabilitas emosional yang baik dan smart. Jangan hanya lihat hasilnya hari ini, Bossque.
Lantas bagaimana dengan pilihan menjadi orang pintar? Bagi saya dengan kepintaran atau kecerdasan plus attitude yang baik Anda tidak perlu bermimpi menjadi artis atau penyanyi tenar. Itu pekerjaan yang berat, kompetitif, dan harus perfeksionis biar tidak dilindas oleh artis pendatang baru.
Menjadi orang pintar itu lebih mudah. Kalau pintar dianggap berlebihan kita pakai kata yang halus menjadi orang yang cerdas. Dengan kepintaran yang dimiliki tidak harus punya IQ 161. Bahwa Anda bisa hidup tanpa bekerja siang dan malam. Cukup menggunakan otak kalian saja. Menjadi orang pintar cukup membutuhkan kedisiplinan, komitmen dan semangat. Waktu belajar diatur. Punya target. Dan belajar harus dalam kondisi ceria. Mesti juga fokus pada materi yang akan dipelajari. Cukup 1 sampai 3 jam sehari setelah belajar di sekolah dan dilakukan sejak dini so pasti anak Anda bisa menjadi orang pintar. Sudah pintar, kreatif, jujur dan disiplin plus punya attitude yang baik hidupnya tak akan menderita. Ia akan diterima dimana saja bahkan bisa kapan saja. Malah dicari-cari. Tak perlu harus ganteng, cantik, dan harus bersolek sepanjang waktu. Ia akan hidup dengan ilmu pengetahuan. Itu kalau mau jadi orang pintar.
Dengan kepintaran yang dimiliki bisa saja orang itu kelak menjadi artis. Bagaimana seandainya seorang artis tidak memiliki kecerdasan yang memadai jika pensiun mau kerja apa? Lihat nasib Norman Kamaru? Bagaimana kehidupannya pasca keluar dari anggota Brimob-Polri?
Bosque. Setiap orang punya kesempatan yang sama menjadi orang pintar. Namun orang biasa mau menjadi artis kecuali bernasib baik. Atau keajaiban. Dan kehidupan menjadi artis tidak menentu. Jika gagal menjadi artis dia akan lari ke Narkoba. Sedikit saja artis yang berjaya sampai ke masa tuanya. Kecenderungan orang pintar mereka ingin berkarya sendiri. Jika suatu saat ia dipecat dari perusahaan atau tempat kerjanya dia akan menggunakan segala kepintaran ataupun kecerdasannya untuk melanjutkan hidupnya.*
Baca Juga :
- Mengapa Nia Ramadhani Dan Suami Bisa Tersandung Kasus Narkoba?
- Di Puncak Karirnya Agnez Mo Bangun Klinik Vaksinasi Covid-19 Gratis Untuk Warga Jakarta
- Mengenal Lebih Dekat Regina Poetiray Vokalis Pengganti Momo Geisha
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!