Dalam peristiwa Natal, Allah datang ke tangah dunia dalam rupa orang asing. Sebagai orang asing, Ia tak dikenal dan bahkan ditolak. Kisah Allah yang ditolak dan tak mendapat tempat di tengah dunia manusia adalah esensi narasi Natal.
Maria dan Yosef datang dari Nasaret ke Kota Betlehem guna mendaftarkan diri atas perintah Kaisar Agustus. Karena tidak mendapat tumpangan di rumah penduduk, keduanya bermalam di sebuah kandang hewan.
Baca Juga : Bolehkah Merayakan Natal Sebelum Tanggal 25 Desember
Di tempat yang paling hina itulah Yesus, Sang Penebus, lahir dan menatap dunia. Dalam diri Yesus, Allah mengambil bagian dalam sejarah hidup manusia. Peristiwa inkarnasi ini menjadi basis keterlibatan misionar Gereja di tengah dunia. Paus Fransiskus mengungkapkannya secara tepat: 'Lewat peristiwa inkarnasi Putera Allah telah mengundang kita menuju revolusi cinta yang mesra'.
Yesus adalah seorang revolusioner dan sekaligus panutan satu-satunya bagi semua orang Kristen. Menurut Paus Fransiskus, seorang Kristen yang tidak revolusioner sudah pasti bukan Kristen. Perubahan dunia menuju yang lebih baik hanya mungkin lewat revolusi gaya hidup yang radikal.
Baca Juga : Natal Dalam Kesederhanaan
Herodes memandang Yesus sebagai ancaman untuk kekuasaannya. Ia pun memerintahkan para seradadunya untuk membunuh semua bayi di Palestina. Namun Maria dan Yosef berhasil menyelamatkan Yesus dari ancaman Herodes dan mengungsi ke Mesir. Andaikata pemerintah Mesir waktu itu tidak membuka negaranya untuk para pengungsi, mungkin saja bayi Yesus sudah dibunuh.
Natal adalah perayaan revolusi cinta. Revolusi cinta itu hanya mungkin tercapai jika kita menjadi simbol harapan bagi dunia dan tidak terjerumus ke dalam bahaya pesimisme yang radikal.
Baca Juga : Kasih Nyata Seorang Saudara Seindah Kasih Natal
Pesimisme radikal adalah ciri khas masyarakat yang menggantungkan seluruh hidupnya pada 'yang duniawi' semata dan menutup diri terhadap hal-hal adikodrati.
Yesus adalah seorang revolusioner dan sekaligus panutan satu-satunya bagi semua orang Kristen. Orang kristen harus menjadi revolusioner dalam cinta
Pesimisme radikal adalah karakter dasar orang-orang yang hidup tanpa Allah. Hal ini tampak dalam patologi sosial seperti pragmatisme, egoisme, hedonisme, krisis identitas dan raibnya idealisme.
Baca Juga : Pria Di Gubuk Sederhana Itu
Dalam situasi ini orang cenderung menarik diri dari dunia dan mencari rasa aman dalam spiritualitas kesenangan, minus bela rasa terhadap penderitaan sesama dan solidaritas sosial bagi kaum miskin.
Spiritualitas dan agama seperti ini tidak pernah mencari kehendak Allah, tapi justru mencari keamananan dan kekuasaan dirinya sendiri.
Sanggupkah kita menjadi seorang Revolusioner Cinta abad ini? Tentukan pilihanmu dari sekarang!*
Penulis : MYB
Catatan : Artikel ini sudah diedit sesuai kebutuhan blog
Baca Juga : Rosario Pemberian Bunda Maria
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!