Saya mulai merasa gundah gulana melihat kondisi negeri ini. Saya menilai sepertinya sudah mulai muncul sentimen tertentu misal terjadinya segmentasi di dalam masyarakat dan munculnya faham sektarianisme.
Kasus penolakan terhadap Fahri Hamzah (FH) di Sulawesi Utara dan reaksi masyarakat NTT terhadap pelanggaran UU ITE yang dilakukan oleh saudari Prima Journalita menjadi bukti apa yang saya sebutkan di atas terkait masalah segmentasi dan sektarianisme di dalam kelompok masyarakat di Indonesia.
Baca Juga : Pancasila Lahir Tanpa Henti Untuk Negeri
Bagi saya berbangsa itu mestinya asyik bagi semua anak bangsa. Setiap warga negara boleh menikmati setiap jengkal tanah, setiap tetesan air dan menghirup udara bebas yang berada di negara ini. Bukan menjadi raja-raja kecil di tiap wilayah NKRI. Bagi saya setiap penolakan terhadap warga negara sendiri adalah preseden buruk untuk tata kehidupan berbangsa kita.
Anda jangan bangga dengan perbuatan penolakan terhadap orang lain, misalnya kasus FH di Sulawesi Utara. Kebanggaan Anda akan berubah menjadi kebencian yang mendarah daging kala cara yang sama diperlakukan pada kelompok atau orang yang Anda "cintai".
Bayangkan saja setiap kelompok yang menjadi mayoritas menerapkan pola-pola yang sama apa yang akan terjadi dengan negeri ini? Chaos bro!
Baca Juga : Bahasa Rakyat, Modal Sukses Untuk Para Calon Legislatif
Berbicara tentang bangsa dan negara tidak diukur dengan predikat cum laude. Tapi bagaimana kita memiliki jiwa dan karakter kebangsaan itu sendiri. Apa yang Anda pikirkan itu yang akan teraktualisasi dalam sikap dan perbuatan Anda.
Ingat pendidikan seseorang tidak secara signifikan mempengaruhi sikap seseorang memandang sebuah masalah kebangsaan. Tapi pengalaman membaur orang tersebut dalam sebuah lingkungan tertentu akan mempengaruhi karakter atau sikap kebangsaannya.
Barbangsa-lah dengan Asyik
Saudara, berbangsalah dengan asyik. Saya tidak memiliki rasa simpatik ketika semangat berbangsa di batasi oleh sekat-sekat perbedaan. Berbangsa yang asyik itu visioner. Bukan seperti katak yang asyik terus tinggal di dalam tempurung.
Kita ini adalah sebuah bangsa. Bangsa Indonesia. Tidak ada nama lain selain Indonesia. Titik.
Baca Juga : Gula-Gula Agama
Berbangsa itu sangat dalam. Bangsa adalah kelompok manusia yang berada dalam satu ikatan batin karena memiliki persamaan sejarah dan cita cita (Ernest Renan). Kita juga dipersatukan sebagai sebuah bangsa karena persamaan karakter, persamaan nasib dan pengalaman sejarah - Otto Bauer.
Dan dari pendapat founding father kita Ir Soekarno, berbangsa adalah segerombolan manusia yang besar dan keras ia memiliki keinginan bersatu atau hidup bersama. Jelas hidup bersama di bumi Indonesia. Bukan hidup dalam pemikiran eksklusivisme yang sempit dan kaku alias garing.
Lantas apa kaitannya dengan si Fahri Hamzah dan Prima Journalita?
Baca Juga : Harta, Tahta Dan Wanita
Mereka memang melakukan kekeliruan secara individu. Pak Fahri Hamzah dikenal seorang politisi yang kritis dan kerap mengkritisi kebijakan pemerintah yang melampaui batas. Si Prima Journalita mengomentari masalah sikap toleransi masyarakat NTT.
Cara-cara mereka tentu "mengganggu" kenyamanan para pendukung dan masyarakat yang disasar mereka. Tapi kita sebagai warga negara yang baik kita percayakan pada proses hukum. Jalan satu-satunya melalui hukum itu pilihan terbaik dari pada bersikap secara "fisik" melakukan penolakan jelas menimbulkan aksi serupa yang bekin gaduh.
Baca Juga : Apa Itu Nasionalisme?
Kita mestinya sudah seharusnya sibuk dengan pekerjaan kita masing-masing. Menata kota kita menjadi tempat yang aman dan menyenangkan bagi siapa saja. Biar kita menjadi asyik di bumi kita sendiri. Bukan bilang Amerika itu lebih asyik. Aseng kok dibanggain!
Penulis : Unclebonn-14 Mei 2017
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!