Saya harus fair dengan opini-opini sendiri. Bahwa keberpihakan saya pada seseorang atau kelompok tertentu harus tetap berpegang teguh pada akal sehat. Jangan terus melihat sesuatu secara subyektif. Tapi perlu melandaskan pada apa yang menjadi pegangan kita, hukum misalnya.
Baca Juga : Bahasa Rakyat, Modal Sukses Untuk Para Calon Legislatif
Kemarin saya adalah seorang yang cukup aktif dalam mengomentari Aksi Bela Islam yang dilakukan berjilid-jilid. Hal ini terkait dengan tuduhan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Saya kemudian dikomentari oleh teman yang berbeda pandangan dengan saya. Mereka katakan apa yang dilakukan pada saat itu adalah kewajiban mereka sebagai umat Islam yaitu wajib hukumnya membela agama. Saya kemudian bilang Tuhan dan agama tak perlu dibela.
Apa yang menjadi perdebatan kami seperti ini tentu tidak akan menemui titik temunya.
Saya bilang lagi, tak perlu lakukan aksi bela islam berjilid-jilid seharusnya umat Islam percaya pada proses hukum yang tengah berjalan.
Baca Juga : Harta, Tahta Dan Wanita
Dan hari ini kita sudah tahu hasil dari proses panjang yang melelahkan itu. Ahok akhirnya diputuskan bersalah karena telah melakukan penistaan agama. Dua tahun Ahok akan menjalani masa tahanan.
Apakah saya akan berteriak bilang hukum itu tidak adil? Keadilan seperti apalagi yang kita mau tuntut? Apakah kita akan melakukan demo berjilid-jilid pula padahal aksi itu dulu sering kita benci?
Baca Juga : Respect Untuk Mas AHY
Saya tidak mau pakai standar ganda. Yang mencintai Indonesia bukan saja kaum minoritas. Sebagian besar kaum yang dilabelkan kaum mayoritas itu sangat mencintai Indonesia. Bagaimana mungkin kita meragukan komitmen mereka dalam merajut Keindonesiaan?
Ayo saudara mari kita lihat masalah secara obyektif.
Memajukan Indonesia agar menjadi bangsa yang besar, maju dan bermartabat tidak berpatokan pada pribadi Ahok semata. Ahok adalah simbol perjuangan kita hari ini. Tapi kita, anak cucu kita adalah pejuang yang sesungguhnya untuk esok hari dan di masa yang akan datang.
Kita harus ikhlas dalam kasus ini. Keadilan akan hadir untuk memenuhi hasrat yang kita rindukan selama ini.
Baca Juga : Apa Itu Bonus Biologis?
Lupakan Pilgub DKI! Kita harus memulai dengan kisah baru. Demokrasi lahir karena adanya perbedaan. Dan perbedaan itu menjadi bunga-bunga demokrasi.
Kita telah mendirikan rumah besar bernama Indonesia dan jangan kita menggergajinya lagi. Bayangkan saja bagaimana jika rumah itu roboh yang hancur semua yang ada dirumah itu.
Mari kita merajut kembali apa yang sempat koyak. Jangan biarkan tenunan itu menjadi rusak dan melebar. Jika sudah demikian maka celakalah kita semua.
(Salam Damai untuk INDONESIA)
Penulis: Unclebonn - 9 Mei 2017
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!