Dahulu kita rukun, kita damai, kita berbagi rasa, kita hidup bersama tanpa ada rasa curiga. Tiba-tiba saja sekarang berubah menjadi keras kepala dan bengis. Mengapa sekarang ada hujatan dimana-mana dan kekerasanpun ada dimana-mana? Saya jadi bingung apa gerangan yang terjadi dengan anak di negeri ini? Mana cintamu yang memberi rasa damai, mana cintamu yang penuh keramahan dan mana cintamu yang penuh kasih sayang?
Tuhan, terima kasih atas kehadiran negeri ini. Sebuah negeri dimana kami bisa bersujud, berlutut, dan menengadah kepala ke atas untuk mengucap syukur atas setiap nikmat yang telah Kau berikan kepada kami. Sebuah negeri yang sudah lama memberi rasa damai. Negeri nan indah karena keanekaragaman budayanya, aneka flora juga faunanya. Negeri di zamrud kathulistiwa. Negeri yang selalu membuat iri pada setiap mata yang memandang.
Baca Juga : Politisasi Ala Politik Ikan
Nenek moyang kami pernah bilang tentang negeri ini. Negeri yang gemah ripa loh jinawi. Negeri yang tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Mereka yakin, kelak kami tak akan susah hidup di negeri ini. Kami tak perlu mencuri untuk kenyang atau mengkayakan diri karena setiap jengkal tanah menumbuhkan aneka tanaman untuk kami makan. Bukan lautan tapi kolam susu. Ada ikan dan udang di sana. Kami tak perlu menumpahkan darah sesama hanya untuk hidup tenang dan nyaman karena alam kami itu laksana hamparan permadani hijau.
Bukankah kalian telah bersumpah hai nenek moyangku? Bersumpah bahwa negeri ini harus dibangun dan bersatu dalam kebhinekaan? Kalian telah bersumpah di atas meterai darah dan nyawa, bukan? Beritahulah kepada kami, jika ada yang melanggar biarlah dirinya dibawa ke dasar bumi yang dalam, agar tak seorangpun mengenalnya.
Baca Juga : Berbangsalah Dengan Asyik
Sudah Mulai Memudar
Setelah sekian tahun negeri ini ada dan kepintaran semakin mendominasi di alam kepala kami, kami baru sadar bahwa sesama kami itu musuh. Kami harus berusaha saling menguasai. Kami harus saling memburu agar bisa mendapatkan kepuasan. Sewaktu-waktu kamipun bisa berubah bagai serigala-serigala kelaparan. Bahkan kami seperti bangsa barbar yang lupa peradaban yang tega nian menimpuk dan menghujam setiap orang yang dianggap musuh tanpa rasa kemanusiaan.
Baca Juga : Merajut Kembali Keindonesiaan Yang Terkoyak
Keadilanpun jauh panggang dari api. Keadilan itu milik kami yang kuat. Kamu yang lemah keadilan itu cukup di bibir. Bila perlu di bawah telapak kaki. Satria libra keadilan itu hanyalah sebuah dongeng. Mimpi tentang satria keadilan itu fantasi dan omong kosong. Kekayaan dan keuntungan itu milik orang kuat. Orang lemah semakin “gegana”: gelisah, galau, dan merana – yang lemah semakin miskin dan melarat.
Jika orang baik lahir dari orang bawah ia tak punya kuasa untuk mendobrak. Orang baik itu seperti cahaya yang diletakan di atas menara. Dari ataslah cahaya itu memiliki daya terang untuk memancarkan cahayanya. Tapi cahaya di atas menara itu selalu redup dan tak berdaya. Mungkin karena kuatnya kuasa kegelapan. Memang asyik kalau bercumbu dengan selingkuhan di tempat gelap. Walau tak kelihatan yang penting rasa nikmatnya. Mana ada mata yang mampu menembus di ruang tertutup dan gelap itu? Perkara surga dan neraka itu urusan belakangan. Masih ada waktu untuk bisa bertobat. Ya setelah purna tugas. Itu kata mereka yang punya kekuatan.
Baca Juga : Bahasa Rakyat, Modal Sukses Untuk Para Calon Legislatif
Saya tak bayangkan apa jadinya negeri ini jika masing-masing kita repot dengan urusan perut sendiri dan sibuk menjadi “pesolek”?
Masalah perut itu seperti bola api panas. Yang siap menggelinding kemana-mana. Jika salah ditendang maka terbakarlah dia. Menjadi pesolek itu hanya untuk menutupi kekurangan. Saking sibuk bersolek orang miskin itu dibilang takdir. Saya yang miskin ini dibilang takdir makanya setiap hari saya akan menyalahkan Tuhan. Saya akan selalu bilang: “Tuhan, kamu kok tega ya menjadikan saya miskin?”
Jika saya adalah orang kuat, sayapun akan tetap dengan pendapat itu: “Tuhan karena kamu telah menakdirkan diri hamba-Mu ini maka segala kemiskinan itu kubebankan pada-Mu!”. Rasanya mengungkapkan kekesalan pada Tuhan itulah yang paling rasional bisa diterima oleh orang lemah.
Baca Juga : Harta, Tahta Dan Wanita
Makanya karena mereka yang kaya percaya bahwa kemiskinan, sakit, jodoh, keberuntungan, dan lain-lain itu adalah milik Tuhan untuk apalagi mesti hiraukan orang lemah. Ayo urus diri kita masing-masing!* Salam.
Penulis : Unclebonn - 26 Juni 2016
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!