"Sekali guru tetap guru".
Seorang teman yang dulu pernah menjadi guru kasitahu ke saya sampai hari ini dia masih saja dipanggil guru oleh mantan siswanya. Padahal ia sekarang menjadi birokrat. Artinya predikat sebagai guru itu abadi.
Baca Juga : Hitam Putih Wajah Guru
Teman-teman ditengah dinamika kebangsaan yang lagi hangat dengan masalah primordial, isu SARA, masalah radikalisme, ekstrimisme dan berbagai persoalan lainnya guru seyogianya menempatkan dirinya sebagai suar bangsa. Guru wajib menjadi pelopor dan pilar kebangsaan dalam menegakkan Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah hidup bangsa.
Guru memiliki massa namanya siswa atau peserta didik. Guru memiliki ruang yang cukup untuk menyemaikan paham-paham kebangsaan : nasionalisme dan patriotisme. Karena ruang kelas adalah arena milik guru maksudnya guru tidak sekedar melaksanakan kegiatan pembelajaran tapi bisa melakukan "indoktrinasi" paham kebangsaan tadi.
Baca Juga : Wibawa Guru
Gejala mengikisnya paham kebangsaan ini karena guru tidak dianjurkan menjadi bagian yang merawat ke-Indonesiaan. Guru hanya dituntut untuk melaksanakan tugas pokok sebagai pendidik saja.
Bayangkan jika UU mengatur tentang kewenangan ini (merawat paham kebangsaan) menjadi bagian yang tak terpisahkan dari tupoksi guru menurut saya masalah SARA, sentimen etnisitas, primordial tak pernah terjadi di era teknologi saat ini.
Baca Juga : Tuntutan Pendidikan Kekinian Dan Upah Layak Bagi Guru
Besarnya pengaruh guru dalam membentuk mindset siswa terutama guru yang menjadi idola siswanya, guru yang menjadi inspirator bagi siswanya. Siswanya akan mendengar apa kata mereka (guru). Dan saya yakin guru punya potensi dapat membentuk siswanya menjadi generasi milenial Pansasilais. Semoga.
No comments:
Post a Comment
Kami sangat menghargai pendapat Anda namun untuk kebaikan bersama mohon berkomentarlah dengan sopan!